Iming-imingnya Selembar Lima Puluh Ribuan
Sabtu, 01 Mei 2010 – 01:55 WIB
Ponselnya tidak aktif. Pun saat di- email juga website filmnya tak ada respons. "Tidak ada balasan. Orang ini bikin nama kita jelek aja. Kita sangat marah," ujarnya yang terlihat dalam banyak adegan, dari main surfing dan lainnya.Sementara itu Fendy, dalam adegan sedang dipijat wanita asing, sejatinya dalam adegan dia ditunjukkan teknik memijat ala Thailand oleh wisatawan itu. " Semua adegan itu bullshit, contohnya kita masih miskin-miskin. Kalau bener gigolo kan sudah kaya. Anak-anak (di film) stres semua. Ngambil gambarnya itu kan juga sembunyi-sembunyi, itu si Amit," seloroh Joko,40, pelatih surfing freelance asal Jember, Jawa Timur, yang juga nongkrong di Kuta.
Dia merinci, sebagai seorang pelatih surfing. Dalam pendapatan, menggunakan sistim persentase. Misalnya, melatih peminat selama dua jam, dia mendapat bagian Rp 30 ribu. Sementara pemilik surfing Rp 70 ribu. "Saya saja kos Rp 200 ribu sebulan. Orang tidak bertanggungjawab itu yang membuat, " ucapnya. Dia juga berharap, baik desa adat, pemerintah, dan aparat kepolisian. Jangan hantam kromo dengan melakukan sweeping gigolo. Sebab, tidak ada parameter yang bisa menjadi acuan, seseorang adalah gigolo. " Jangan kita masyarakat kecil ini dibenturkan. Kalau mau dibuat organisasi ( freelance surfing), tolong dong dicarikan sponsor. Saya rasa, temen-temen tidak keberatan. Untuk ketertiban bersama, " sarannya panjang lebar.
Lebih jauh, kehidupan pelatih surfing di pantai Kuta, tak sebebas yang dibayangkan banyak orang. Untuk berpacaran pun ada penjajakan, meski mereka dikenal ada yang punya pacar wanita asing. " Kami ini bukan ayam mas!" ingatnya. Sementara itu, Janet, bule wanita asal New Zealand, mengaku bahwa para pelatih surfing di Kuta, sangatlah santun. Tidak pernah terdengar, kata nakal dari mulut mereka. " Saya latihan surfing, seperti biasa. Tidak ada kata ajakan seperti itu (nakal atau mesum)," tuturnya.