Industri Karet Terancam Oligopoli
jpnn.com - SURABAYA – Izin investasi bidang industri crumb rubber dari Daftar Negatif Investasi yang sudah keluar memantik reaksi pelaku usaha yang bergerak di komoditas karet.
Kebijakan tersebut dinilai tidak sepenuhnya bisa mendorong daya saing industri dalam negeri. Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Aziz Pane menyatakan, paket kebijakan ekonomi kesepuluh telah mengeluarkan bidang industri crumb rubber dari DNI.
Dengan demikian, Perpres Nomor 44 Tahun 2016 sebagai pengganti Perpres Nomor 39 Tahun 2014, investasi di bidang industri crumb rubber terbuka 100 persen, baik untuk investor asing maupun domestik.
Aturan baru tersebut menghilangkan pelarangan pengalihan kepemilikan modal perusahaan menjadi penanaman modal asing yang sebelumnya terdapat di Perpres Nomor 39 Tahun 2014.
”Saat ini investor asing siap membeli saham yang ditawarkan perusahaan crumb rubber di Indonesia. Kalau sahamnya sudah dijual dan mendapatkan status PMA, perusahaan bisa mengambil kredit bank off shore dengan bunga 3–4 persen per tahun. Kalau bank dalam negeri, bunganya sembilan persen per tahun,” jelasnya kemarin (8/6).
Kekhawatiran lain, pabrik crumb rubber dengan kapasitas rendah tidak sanggup bersaing dengan pabrik asing yang kapasitas pengolahannya besar, modal besar, dan bunga kredit rendah. Apalagi, kalau investor asing membeli beberapa pabrik sekaligus.
”Harapan pemerintah, kebijakan tersebut bisa membuka lapangan kerja dan mendorong daya saing perusahaan nasional. Tapi, kalau investor asing hanya beli perusahaan yang sudah ada, tentu tidak ada penyerapan tenaga kerja. Bahkan, hal itu membuka peluang struktur pasar oligopsoni dan oligopoli regional. Nanti harga karet petani dan SIR (Standard Indonesia Rubber) untuk industri hilir dikendalikan pengusaha tertentu,” ujarnya. (res)