Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Informasi Penggeledahan Kantor Milik Perusahaan Grup Haji Isam Bocor, ICW Bereaksi

Senin, 12 April 2021 – 12:38 WIB
Informasi Penggeledahan Kantor Milik Perusahaan Grup Haji Isam Bocor, ICW Bereaksi - JPNN.COM
Ilustrasi penyidik KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada pihak di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membocorkan informasi penggeledahan Kantor PT Jhonlin Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu, dan sebuah lokasi lainnya di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Jumat (9/4) lalu.

ICW mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengusut peristiwa yang terjadi di anak perusahaan Jhonlin Group yang dimiliki pengusaha Haji Isam itu.

Selain itu, ICW juga meminta KPK mengusut dugaan adanya merintangi penyidikan atau obstruction of justice lantaran bocornya informasi penggeledahan tersebut.

Akibatnya, kerja tim penyidik terhambat dalam mengusut kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan 2016-2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemkeu).

"ICW merekomendasikan adanya tindakan konkret dari KPK. Mulai dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewas dan penyelidikan terkait tindakan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor, baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan yang diterima, Senin (12/4).

Dia menyebut dugaan adanya pegawai internal KPK yang membocorkan informasi rencana penggeledahan bukan kali pertama terjadi.

Hal serupa, kata Kurnia, pernah terjadi dalam pengusutan perkara suap pengadaan paket sembako Bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.

Menurut Kurnia, bocornya informasi penggeledahan merupakan dampak buruk berlakunya Undang-undang (UU) KPK baru.

Sebagaimana diketahui, dalam UU Nomor 19 Tahun 19 tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik mesti melalui mekanisme perizinan di Dewas. Hal ini memperlambat langkah penyidik.

Dia mencontohkan ketika penyidik ingin menggeledah gedung A, akan tetapi barang bukti sudah dipindahkan ke gedung B.

Maka, penyidik tidak bisa langsung menggeledah gedung B. Sebab, penyidik mesti melalui administrasi izin ke Dewas.

"Berbeda dengan apa yang diatur dalam Pasal 34 KUHAP, regulasi itu menyebutkan dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri," kata Kurnia.

Tim penyidik KPK menggeledah Kantor PT Jhonlin Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu dan sebuah lokasi lainnya di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Jumat (9/4).

Namun, dari penggeledahan di dua lokasi tersebut, tim penyidik tak menemukan barang bukti yang dicari.

Lembaga antikorupsi menduga terdapat pihak yang sengaja menghilangkan barang-barang bukti tersebut.

"Di dua lokasi tersebut, tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima.

KPK mengultimatum akan menjerat pihak yang sengaja menghilangkan barang bukti. Pihak tersebut dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor tentang merintangi proses penyidikan.

"KPK mengingatkan kepada pihak-pihak yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan proses penyidikan yang sedang berlangsung dapat diancam pidana," jelas Fikri. (tan/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada pihak di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membocorkan informasi penggeledahan Kantor PT Jhonlin Baratama, Dewas KPK diminta terlibat.

Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News