Ini Bikin Indonesia Masih Primitif di Era Energi Terbarukan
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menekankan bahwa peraturan pemerintah yang mengembalikan penjualan atau distribusi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium ke masyarakat adalah langkah mundur bagi Indonesia untuk masuk ke era energi baru terbarukan.
Pada dasarnya, kendaraan saat ini sudah tidak lagi memenuhi spesifikasi bensin Premium atau dengan nilai oktan 88. Kendaraan modern, baik mobil dan motor sudah minimal adalah dengan nilai oktan 92.
"Jadi kalau pemerintah kembali membuka aturan dalam distribusi bbm jenis Premium berarti itu kemunduran 20 tahun. Riset saya secara acak ojek saja sudah tidak ada yang pakai Premium, pas ditanya alasannya tarikannya lebih baik pakai Pertalite atau Pertamax," papar Agus di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Apalagi kebijakan tersebut membuat pihak Pertamina harus melakukan perubahan lagi secara infrastruktur stasiun pengisian bahan bakarnya (SPBU) yang sebelumnya tidak lagi menjual Premium.
"Jadi boros kan, ini kebijakan yang tidak perlu, karena kita tidak ada yang resah," keluhnya.
Di mana, sebelumnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2018 tentang penyaluran bahan bakar minyak (BBM), sehingga melalui ini Pertamina harus mengembalikan penjualan BBM jenis Premium untuk wilayah Jawa, madura dan Bali.
Jika Indonesia ingin cepat masuk ke era energi baru terbarukan, tegas Agus, maka pemerintah sudah harus meninggalkan BBM. "Karena kalau masih omongin BBM, kita akan terbebani terus."
"Saya berikan contoh konsumsi BBM kita saja saat ini sekitar 1,4-1,6 juta barrel per hari. Impor sekitar 800 ribu barrel per hari. Nah, kebutuhan BBM pada 2030 sekitar 2,2 juta barrel per hari, sementara produksi lokal sekitar 700 ribu barrel per hari. Kan jauh banget ini," tegasnya.
Apalagi jika Indonesia belum ada penemuan sumur baru dan kilang untuk meningkatkan produksi minyak, maka impor BBM kita akan terus bengkak ditambah ini kan sumber energi yang ada waktunya tidak terbarukan.
"Artinya, kalau gak cepat melompat ke eneri baru terbarukan untuk transportasi dan energi, maka siap-siap kita tertinggal," pungkasnya. (mg8/jpnn)