Ini Sederet Hal Mencurigakan di Pilgub Bengkulu
jpnn.com - JAKARTA - Proses rekapitulasi hasil pemungutan suara pemilihan Gubernur Bengkulu ternyata menyisakan sejumlah keganjilan. Meski berlangsung aman, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia memeroleh laporan kejanggalan yang dilengkapi sejumlah bukti.
Antara lain, di beberapa kecamatan para pemilih tidak mendapatkan formulir C6 atau surat undangan untuk menggunakan hak pilih ke tempat pemungutan suara (TPS). Atas kondisi tersebut, saksi tim salah satu pasangan calon kemudian meminta penyelenggara memerlihatkan formulir C7 atau daftar hadir pemilih.
"Daftar hadir itu merupakan bukti daftar hadir pemilih datang ke TPS menggunakan suaranya. Jadi seharusnya dapat diakses pengawas, saksi bahkan juga pemantau," ujar Ketua Majelis Nasional KIPP Indonesia Standarkiaa Latief, Kamis (31/12).
Namun yang terjadi kata Standarkiaa, malah sebaliknya. Hampir di seluruh Kecamatan di Provinsi Bengkulu pada saat pleno pihak KPUD Kabupaten tidak mau membuka C7. Diduga kondisi tersebut terjadi antara lain di Kecamatan Ratu Agung, Ratu Samban dan Sunga Serut Kota Bengkulu.
"Di Kota Bengkulu misalnya, di 11 TPS tidak ada C7 nya. Kemudian di tujuh TPS di Kelurahan Bumiayu. Kecematan Selebar Kota Bengkulu pada saat Pleno tidak ditemukan C7. Dan di berbagai tempat atau kecamatan, desa lain," ujar Standarkiaa.
Kondisi ini menurutnya, benar-benar mencurigakan. Karena C7 sangat diperlukan saat ada kejanggalan mengenai data pemilih, maupun selisih pemilih yang menyebabkan perubahan suara. Juga tidak tertutup kemungkinan permainan data pemilih, mulai dari DPT, surat undangan pemilih, hingga raibnya C7 saat pleno di KPU-KPU kabupaten di Provinsi Bengkulu.
"Di samping itu juga, bukan mustahil hal ini terkait dugaan politik uang massif yang melibatkan penyelenggara, seperti PPK (panitia pemilihan kecamatan,red) yang diberhentikan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) karena menerima langsung uang dari paslon di sebuah acara sebesar Rp 5 juta," ujar Standarkiaa.(gir/jpnn)