Intoleran dan Radikalisme Dicap Cuma Permainan Elite, Kasus Ahok?
jpnn.com, JAKARTA - Perkara penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menimbulkan berbagai macam efek sosial. Terutama pascaputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memvonis Ahok dua tahun penjara.
Peneliti politik sosial Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun mengatakan, efek sosial itu berlarut-larut sampai menimbulkan isu intoleransi maupun radikalisme. Nah, Ubedilah berpandangan isu ini bukan muncul dari bawah.
“Isu intoleran, radikalisme itu diproduksi oleh elite, bukan dari bawah,” kata Ubedilah dalam diskusi Dramaturgi Ahok di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5).
Dia mengatakan, sebelum pilkada DKI Jakarta, kehidupan masyarakat aman dan damai saja. “Mengapa muncul intoleransi saat pilkada, maka saya simpulkan ini isu yang diproduksi elite. Ini persoalan saat pilkada,” ujar Ubedilah.
Pilkada merupakan produk sistem liberalistik. Sistem ini menghadirkan pola head to head dalam kontestasi pilkada. Sehingga menghadirkan berbagai persepsi publik. Ubedilah mengatakan, elite politik menjadi yang paling penting untuk menyelesaikan persoalan ini. “Elite bertanggung jawab atas persoalan ini,” ungkap Ubedillah.
Selain itu, dia mengatakan, hal ini juga menimbulkan dampak sosial yang besar di masyarakat. Karena telah memunculkan polemik. Karenanya, kata Ubedilah, publik harus merespons persoalan ini secara rasional. Menurut dia, rasionalitas publik maupun tokoh dalam persoalan ini sangat penting. “Biarkan proses hukum berjalan, tidak menunjukkan emosi di dalam merespons persoalan ini,” paparnya.
Menurut dia, dua hal yakni tanggung jawab elite dan rasionalitas publik harus dikedepankan. Proses hukum harus berjalan sebagaimana mestinya. Berekspresi sah-sah saja asal tidak kekerasan. Tapi, kalau anarkisme ini menjadi persoalan,” pungkasnya. (boy/jpnn)