Israel Sengaja Serang Warga Sipil
jpnn.com - KONFLIK yang terjadi antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza memakan banyak korban. Mayoritas korban adalah warga sipil. Terutama perempuan dan anak-anak. Serangan membabi buta yang dilakukan Israel itu membuat warga Gaza berjatuhan. Mereka tidak punya tempat perlindungan nyaman atau memiliki iron dome (kubah besi) yang mampu menangkis roket seperti di Israel.
’’Tidak ada tempat perlindungan di tempat ini (Gaza). Warga Palestina yang harus membayar mahal (atas serangan Israel). Israel berusaha menekan kelompok-kelompok militan dengan menargetkan serangan kepada warga sipil,’’ ujar Kepala Pusat Hak Asasi Manusia (HAM) Palestina di Gaza Raji Sourani. Dia menegaskan bahwa rudal Israel yang menghantam permukiman warga sipil itu bukan salah sasaran, melainkan sebuah kesengajaan.
Namun, Israel membantah tudingan itu. Menurut mereka, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyerang permukiman penduduk bukan tanpa alasan. Mereka mengebom rumah-rumah para pemimpin Hamas. Rumah tersebut tentu saja berada di tengah permukiman penduduk. IDF juga menambahkan bahwa hampir seluruh infrastruktur dan persenjataan milik Hamas juga disembunyikan di rumah-rumah di permukiman penduduk. Karena itulah, mereka mengebom wilayah-wilayah tersebut.
Banyak pihak yang memprediksi pertempuran yang terjadi kali ini berlangsung lama. Terlebih, kini Hamas sudah tidak lagi percaya bakal ada yang membantu mereka. Termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
’’Presiden tidak memiliki sikap mental yang serius (atas Gaza). Sedangkan mayoritas pemimpin negara-negara Arab berdiam diri. Penduduk Gaza tahu yang mereka inginkan, yaitu kemenangan atau mati syahid,’’ ujar Yusuf Rizqah, seorang penulis di portal berita milik Hamas Filasatin.
Kekuatan Hamas kini bertambah. Bahkan, daya jangkau roket yang diluncurkan Hamas itu mencapai 17–160 kilometer. Roket Khaibar-1 dengan jarak luncur 160 kilometer mampu menjangkau Jordania. Namun, jumlah roket jarak jauh tersebut terbatas, hanya ratusan. Sedangkan roket jarak pendek mencapai ribuan. (BBC/sha/tia)