Istri Jenderal Resmi Tersangka
JAKARTA - Kasus dugaan pengekapan belasan pembantu rumah tangga (PRT) di rumah Brigjen (pur) Mangisi Situmorang (MS) memasuki babak baru. Istri MS, yakni M, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan dan mempekerjakan anak di bawah umur. Rencananya, hari ini polisi akan mulai memeriksa M dengan status barunya.
"Kemarin sore (22/2) Kapolres (Kota Bogor) sudah melapor ke Kapolda (Jabar), dan Kapolda sudah melapor ke Polri, Kabareskrim, saya dapat laporkan sudah ditetapkan tersangka," terang Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie saat ditemui di sebuah acara di kompleks Gelora Bung Karno kemarin.
Bukti awal menetapkan M sebagai tersangka ada dua. Yakni, hasil visum terhadap delapan PRT dan adanya PRT yang masih di bawah umur. Menurut dia, sudah ada rekomendasi dari tim dokter Polri yang menyatakan telah ada unsur penganiayaan di tubuh beberapa PRT yang divisum.
Namun, Ronny mengatakan tidak hapal berapa PRT yang terluka maupun jenis penyaniayaan yang dialami. "Pasalnya yang sudah dibuktikan adalah penganiayaan (351 KUHP). Pasal lainnya kemungkinan berkaitan dengan umur para pembantu rumah tangga," lanjut mantan Kapolwiltabes Surabaya itu.
Ronny menyatakan jika M akan segera diperiksa dengan status barunya itu. Sebelumnya, Kapolresta Bogor AKBP Bahtiar Ujang mengatakan pemeriksaan direncanakan berlangsung hari ini. Hanya saja, Bahtiar tidak secara tegas menyebutkan status M dalam pemanggilan tersebut.
Bagaimana dengan MS selaku suami M? disinggung mengenai hal tersebut, alumnus Akpol 1984 itu hanya menggeleng sebagai tanda tidak tahu. "Untuk saat ini, kami fokus pada nyonya MS (M)," ucap Ronny.
Untuk mengetahui ada tidaknya keterlibatan MS dalam kasus tersebut pihaknya menunggu hasil penyidikan lebih lanjut dari Polresta Bogor.
Ronny menegaskan, pihaknya menjamin penyidikan kasus tersebut akan berlangsung transparan dan professional. Penyidik tidak akan mempedulikan status M sebagai istri purnawirawan perwira tinggi Polri. "Kami tidak melihat siapa dia, namun ada perbuatan pidana atau tidak," tambahnya.
Sementara itu, Komisioner KPAI Asrorun Niam mengatakan, tiga dari 17 PRT tersebut dipastikan masih di bawah 18 tahun saat bekerja di kediaman MS. Meski salah satunya telah menikah, statusnya tetap pekerja anak.
"Undang-Undang Perlindungan anak mengatur bahwa yang disebut anak adalah sejak dari dalam kandungan sampai usia 18 tahun," ujarnya saat dikonfirmasi kemarin.
Selain itu, terdapat pula seorang bayi berusia dua bulan yang kondisinya tidak sehat. Terlahir secara prematur, bayi tersebut kini memiliki benjolan di kening yang makin membesar sehingga dibutuhkan penanganan darurat. Kelahiran bayi yang prematur diduga akibat asupan gizi yang kurang. Mengingat, sang ibu bekerja dalam kondisi hamil tua.
Selain itu, pelanggaran lainnya adalah tidak dipenuhinya hak PRT, yakni selama empat bulan tidak digaji. Setelah kasus itu mencuat, barulah M membayarkan gaji mereka Rp 620 ribu dikalikan empat bulan.
Menurut dia, KPAI telah mengeluarkan rekomendasi darurat dalam menangani para PRT anak itu. Pihaknya telah bicara dengan Kapolresta Bogor, Dinsos, dan Dinkes Kota Bogor. Hasilnya, para PRT itu dipindahkan ke rumah perlindungan milik Kemensos di Cipayung, Jakarta Timur.
Niam menyarankan polisi lebih jeli lagi dalam mengembangkan kasus tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada unsur tindak pidana perdagangan orang dalam kasus itu.
"Dari sisi rekrutmen, ditemukan adanya peran calo atau perantara," lanjutnya. Dari situ, polisi bisa mengusut hingga ke daerah asal para PRT tersebut. (byu)