Jangan Khawatir, Potensi Gempa Surabaya Kecil
SURABAYA - Gempa bumi bisa terjadi di mana saja. Termasuk di Kota Surabaya. memang. Namun, warga Surabaya diminta tidak panik. Sebab, potensi gempa di kota ini sangat kecil. Sekalipun gempa benar-benar terjadi, getarannya sangat kecil dan tidak berisiko.
Itulah yang disampaikan Kepala Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda Taufiq Hermawan. Dia menanggapi peta rawan gempa yang diterbitkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Dalam peta terbaru tersebut, Surabaya disebut memiliki potensi gempa karena dilewati Sesar (Patahan) Kendeng.
Daerah rawan gempa itu membelah Surabaya dari Selat Madura, lanjut ke Jalan Arif Rahman Hakim, Mayjen Sungkono, HR Muhammad, Raya Lontar, terus ke barat arah Kecamatan Cerme, Gresik.
Taufiq menuturkan, gempa dapat terjadi di mana saja. Tetapi, Surabaya tidak mempunyai catatan khusus mengenai gempa. Karena itu, dia yakin potensinya kecil.
''Kalau tujuannya mitigasi, upaya itu bagus,'' katanya seperti yang diberitakan Jawa Pos hari ini.
Dia mengungkapkan, sebenarnya banyak sesar di Jatim, tetapi tidak membahayakan. Dia lantas membuka aplikasi info BMKG di handphone-nya. Terdapat laporan gempa yang terjadi hampir setiap hari di Indonesia. Kekuatannya lebih dari 5 skala Richter. Dia menyatakan, dalam beberapa hari ini gempa sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan Sumatera.
''Di Surabaya, hampir tidak pernah ada,'' jelasnya.
Dia lalu mengambil peta seismotektonik yang baru diterbitkan BMKG pusat. Dalam peta itu, terdapat dua simbol. Simbol garis menunjukkan sesar dan patahan. Simbol titik menunjukkan lokasi yang pernah mengalami gempa. Ada 12 garis dan ribuan titik.
Garis Sesar Kendeng berwarna oranye. Artinya, patahan terletak di kedalaman 160 hingga 300 kilometer di bawah permukaan laut. Di bawah Sesar Kendeng, terdapat garis berwarna oranye lainnya yang lebih panjang. Membentang dari Nusa Tenggara Timur, melewati Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Sumatera.
''Yang oranye ini cukup dalam. Risikonya sangat kecil,'' terang Taufik.
Yang paling berbahaya justru garis warna merah di selatan Jawa. Atau di Samudra Hindia. Garis tersebut menunjukkan bahwa patahan berada di kedalaman 0-120 kilometer di bawah permukaan laut.
''Makanya, di selatan Jawa, sering terjadi gempa. Makin dekat dengan permukaan makin berbahaya. Bisa-bisa terjadi tsunami,'' ungkap Taufik sambil menunjukkan lokasi patahan Indo-Australia di Samudra Hindia tersebut. Terdapat enam garis merah yang saling berimpitan.
Sementara itu, pakar konstruksi ITS Prof Priyo Suprobo mengingatkan pemkot untuk mengalkulasi beban gempa yang mungkin terjadi. Setelah itu, barulah mengukur kekuatan bangunan di Surabaya. Terutama bangunan nonengineer atau yang dibangun tanpa melibatkan insinyur.
Di Surabaya, berdiri bangunan peninggalan zaman kolonial maupun bangunan-bangunan tua bersejarah. Namun, bukan hanya bangunan tua yang menjadi ancaman. Mantan rektor ITS itu menjelaskan, hingga kini banyak bangunan yang berdiri tanpa perhitungan engineer.
''Kalau terkena gempa, itu yang rawan kolaps,'' tutur alumnus Purdue University Amerika Serikat tersebut. (sal/c14/oni/flo/jpnn)