Jatuh ke Tangan Oposisi, Singapura Hancur
Jumat, 27 Juni 2008 – 10:59 WIB
”Hanya butuh waktu lima tahun bagi oposisi Singapura untuk menghancurkan negara ini,” tandas Lee di sela forum World Cities Summit and International Water Week Rabu (25/6) malam. Dia melanjutkan, jika Singapura benar-benar hancur di tangan oposisi, akan sangat sulit bagi generasi berikutnya untuk membangun kejayaan negara kota itu kembali. Sebab, mengumpulkan kembali puing reruntuhan Singapura pun akan sangat sulit.
Ditegaskan Lee, sistem kepemimpinan yang solid, mutlak dibutuhkan Singapura. Pasalnya, negara Asia Tenggara yang perekonomiannya paling maju itu tidak sama dengan negara-negara maju lainnya. ”Negara lain mungkin masih bisa bertahan dalam guncangan politik semacam itu. Sebab, mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tapi, tidak demikian dengan Singapura,” ingatnya di hadapan sekitar 650 delegasi yang hadir.
Singapura, jelas PM pertama Singapura tersebut, sangat bergantung pada sistem kepemimpinan. Apalagi, negara yang berdiri pada 1959 itu relatif miskin sumber daya alam. ”Jika Anda seorang warga Singapura dan eksistensi Anda bergantung pada dandanan yang menonjol, maka jika suatu saat nanti dandanan Anda tidak ada lagi, Anda akan kehilangan segalanya,” urainya seperti dikutip harian The Straits Times.
Dalam kesempatan itu, Lee juga membeberkan tiga elemen utama yang diperlukan sebuah negara untuk mencapai kesukseskan. Yang pertama, pemerintahan yang didukung penuh rakyatnya dan akan tetap dipercaya meski keputusan yang diambil tidak populis. Elemen penting kedua adalah pemimpin yang mumpuni. ”Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasar kepentingan rakyat,” tandasnya. Sementara, elemen ketiga yang paling fundamental adalah memiliki orang-orang yang tepat pada posisinya masing-masing.
Namun, seiring meluasnya paham demokrasi populer, gambaran tentang pemimpin yang mumpuni justru sering kabur. Sebab, selama kampanye, bukan kemampuan memimpin para kandidat yang ditonjolkan. Melainkan, kemampuan persuasif mereka dan kreativitas mereka membentuk opini masyarakat. ”Demokrasi ala Amerika Serikat (AS) ini lah yang lantas membuat rakyat memilih sosok pemimpin berdasar kemampuan persuasifnya,” ingatnya. (AFP/hep)