Jawa Timur Juara Kasus Buta Aksara Terpadat
Sabtu, 07 September 2013 – 04:56 WIB
Sejatinya orang-orang yang disebut buta aksara ini ada yang bisa menulis, tetapi menggunakan bahasa tertentu seperti bahasa Arab atau bahasa ibu. Tetapi karena acuan pemberantasan buta aksara ini adalah untuk kontribusi pembangunan nasional, maka yang dipakai standar adalah kemampuan keaksaraan bahasa Indonesia (bahasa nasional).
Untuk mengatasi kentalnya bahasa ibu itu, Ella mengatakan pihaknya sudah menerbitkan buku panduan pengentasan buta aksara dengan mengkombinasikan bahasa ibu. Saat ini Kemendikbud menetapkan delapan bahasa ibu dalam buku panduan itu. Yakni bahasa Sunda, Jawa, Madura, Sasak, Bali, Makassar, Bugis, dan dialek Papua.
Menurutnya, saat ini kasus buta aksara tinggi tidak selalu ada di daerah minus dari segi perekonomian. Disejumlah daerah di Bali yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, ternyata kasus buta aksaranya masih tinggi juga. Sedangkan di sejumlah daerah di Sumatera yang secara ekonomi masih rendah, tetapi jumlah melek aksaranya tinggi. "Ini karena rata-rata di Sumatera menggunakan bahasa Melayu yang dekat dengan bahasa Indonesia," tandasnya.