'Kalau Saya Terus-terusan Nangis, gimana Nasib Anak Saya'
Bagi Prima, hal tersebut bukan masalah jika yang bersangkutan hanya melihat sekali atau dua kali.
”Yang kadang menjengkelkan saya adalah orang yang ngeliatin terus. Kalau lagi ’normal’, saya kenalin aja Balqis ke orang itu. Tapi, kadang kalau sebel, saya minggir aja daripada terpancing emosi,” kisahnya.
”Bahkan,” lanjut Prima, ”ada salah seorang teman saya yang pernah bertanya apa kamu tidak malu punya anak seperti Balqis. Saya shocked. Tapi, lagi-lagi itu uji nyali buat orang tua dengan anak tunanetra. Belajar legowo lah,” ungkapnya.
Prima sadar yang dialaminya pasti juga dialami para orang tua yang memiliki anak tunanetra. Karena itu, dia bersama seorang ekspatriat asal Selandia Baru bernama Amy Headeven –yang juga punya anak tunanetra– mendirikan Yayasan Balita Tunanetra (Banet) pada 23 Juli 2011.
Setelah yayasan dibentuk, ternyata respons masyarakat cukup bagus. Banyak orang tua dengan balita tunanetra yang bergabung.
Hingga saat ini, setidaknya sudah ada 300 orang tua yang bergabung dalam yayasan itu.
Dalam yayasan tersebut, Prima membantu para orang tua untuk menerima kondisi anaknya sekaligus melakukan pembelajaran terkait tumbuh kembang si anak.
Sebab, menurut dia, tidak sedikit orang tua yang tak bisa menerima kondisi putra-putrinya yang tunanetra.