Kanjeng Kiai Nogo Siluman Milik Pangeran Diponegoro Masih di Belanda
Untuk pengamanan, Kacung menegaskan, pihaknya sudah menyiapkan secara maksimal. Selain ada petugas sekuriti dan monitor CCTV, tongkat itu akan ditempatkan di dalam lemari kaca khusus sehingga tidak bisa dipegang-pegang pengunjung.
’’Petugas keamanan museum juga sudah kami permak mentalnya. Jadi, pada prinsipnya, persiapan sudah oke,’’ kata guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tersebut.
Sementara itu, kurator Peter Carey menceritakan proses pengembalian tongkat Pangeran Diponegoro. Dia mengaku melakukan penelitian tentang sepak terjang Pangeran Diponegoro sejak 1970. Karena itu, dia tahu di mana saja keberadaan benda-benda pusaka peninggalan pahlawan gagah berani tersebut.
’’Pada awalnya panitia pameran ini tidak menyiapkan untuk memajang tongkat Pangeran Diponegoro. Ide itu muncul saat panitia mempersiapkan pameran ini Oktober tahun lalu,’’ jelas Peter saat dihubungi via telepon.
Kala itu Peter sedang berada di Magelang, Jawa Tengah, untuk mengumpulkan beberapa karya seni tentang Diponegoro. Saat itu dia menerima e-mail dari Belanda, yakni dari keluarga mendiang Jean Chretien Baud.
Sebelumnya keluarga Baud membaca pamflet buatan Peter tentang buku kisah Pangeran Diponegoro berjudul Kuasa Ramalan; Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785–1855 (diterbitkan 2011).
Salah satu bab di buku itu menceritakan bahwa Pangeran Diponegoro mendapatkan sebuah tongkat warisan sultan Demak. Tapi, tongkat Kanjeng Kiai Tjokro itu tidak dibuat khusus untuk Pangeran Diponegoro, melainkan untuk sultan Demak. ’’Tongkat ini dibuat jauh sebelum Pangeran Diponegoro lahir,’’ tegas Peter.
Setelah berada di tangan Pangeran Diponegoro pada 1815, tongkat tersebut dipakai untuk berziarah ke sejumlah tempat di Pulau Jawa. Memang, tongkat itu tidak dipakai untuk senjata seperti tombak atau lainnya.