Kasus Belum Tuntas, Kapolda DIY Diganti
JAKARTA - Pergantian Kapolda DIY Brigjen Haka Astana yang berdekatan dengan kejadian bentrok antara pendukung kedua calon Presiden mendapat klarifikasi Mabes Polri. Pihak Mabes Polri memastikan jika Haka dimutasi dalam bentuk promosi, bukan dicopot dari jabatan yang diembannya saat ini.
Haka menjadi satu-satunya Kapolda yang dimutasi lewat telegram yang terbit Selasa (26/6) lalu. selain dia, ada beberapa wakapolda dan sejumlah pejabat fungsional Mabes Polri yang dimutasi. Total ada 17 perwira tinggi yang dimutasi kali ini.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menyatakan, Haka justru mendapat promosi lewat mutasi tersebut.
"Beliau menjadi Staf Ahli Kapolri Bidang Manajemen, job bintang dua (Irjen)," ujar Ronny saat dikonfirmasi kemarin. Haka menggantikan posisi Irjen Jody Rooseto. Sementara, kursi Haka bakal diisi Brigjen Oerip Soebagyo yang sebelumnya menjabat Wakapolda Sumsel.
Kepindahan Haka dilakukan hampir bersamaan dengan terjadinya dua kasus menonjol di Yogyakarta. Pertama, dua kasus intoleransi umat beragama saat sekelompok orang merusak dua rumah yang difungsikan sebagai lokasi ibadah umat Kristiani. Kedua, bentrokan antara pendukung Prabowo-Hatta dengan pendukung Jokowi-Jusuf Kalla Selasa (24/6) lalu.
Menurut Ronny, mutasi terhadap Haka tidak ada kaitannya dengan kedua kasus tersebut. "Tidak ada kesalahan di sana (bentrokan)," lanjutnya. Saat ini sejumlah pelaku sedang diperiksa dan hampir pasti menjadi tersangka dalam aksi saling lempar batu itu.
Pergantian itu mengulang mutasi tahun sebelumnya. April 2013, Kapolda DIY saat itu, Brigjen Sabar Rahardjo dimutasi hanya dua pekan setelah kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman. Sedangkan Haka diganti empat pekan setelah kasus penyerangan Rumah pendeta dan hari yang sama dengan bentok antara pendukung capres.
Pihaknya menilai Polda DIY masih mampu menuntaskan kedua kasus tersebut. Diharapkan, Oerip yang menggantikan Haka akan mampu menyelesaikan kedua kasus tersebut lebih cepat. Sebab, pergantain Kapolda tersebut tergolong riskan karena dilakukan menjelang berlangsungnyya pemilihan Presiden dan Wapres. (byu)