Kasus Pencabulan di Balikpapan Meningkat Drastis
jpnn.com - BALIKPAPAN - Pencabulan di Balikpapan disebut terus meningkat. Bahkan kasus tersebut di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Satreskrim Polres Balikpapan paling dominan. Tahun ini hingga Oktober kasus pencabulan sudah naik empat kali lipat dari tahun lalu. Bahkan masih berpotensi untuk meningkat.
Pencabulan yang tercatat selama 2014 hingga pertengahan Oktober ini, sudah 37 kasus yang ditangani Unit PPA. Sementara persetubuhan, angkanya cukup tinggi, 24 kasus sudah masuk data kepolisian yang menangani kasus tentang perempuan dan anak itu. Data itu lebih tinggi dari tahun 2013. Di mana terdapat sembilan kasus pencabulan. Sedangkan kasus persetubuhan 23 kasus.
Kasat Reskrim Polres Balikpapan, AKP Damus Asa mengatakan kasus persetubuhan dan pencabulan diperkirakan angkanya terus bertambah hingga tutup tahun nanti. Para pelaku rata-rata adalah orang dekat. “Ini banyak faktor yang memengaruhi,” jelas Damus saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin (24/10).
Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah kemajuan teknologi. “Karena anak-anak sekarang sudah dengan mudah mengakses internet. Seharusnya orangtua bisa mengawasi,” imbuhnya.
Selain itu adalah hubungan pacaran yang sudah dilakukan oleh para Anak Baru Gede (ABG). “Awalnya dari sana, apalagi jika kekasihnya berusia lebih tua dari para korban,” jelas perwira balok tiga ini.
Terpisah, Ayunda Ramadhani, psikolog klinis Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Atma Husada mengatakan, semakin tinggi angka pelecehan seksual anak di bawah umur tak hanya karena perkembangan teknologi. “Perkembangan pergaulan anak juga menjadi salah satu faktor,” ucapnya.
Dia juga mengatakan, pola pergaulan anak sekarang jelas berbeda dengan sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, pekerjaan rumah orangtua yang mesti turut mengikuti perkembangan pergaulan tersebut. “Tak perlu ikut-ikutan, hanya mengikuti perkembangan sudah cukup,” terangnya.
Dengan begitu, kata dia, terbentuk pola komunikasi dua arah. Sehingga ruang kosong antar-usia yang berbeda bisa diminimalisasi. “Sekarang banyak orangtua bukannya membuka komunikasi terhadap anak malah melarang ini dan itu,” ujarnya. Dengan tak terbukanya komunikasi antara anak dengan orangtua, maka sang anak bakal mencari komunitas dengan pola komunikasi yang mereka senangi, pacar misalnya. (*/fch/rom/k14)