Kemenag Tidak Bisa Paksakan Label Halal
SEMARANG - Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk halal masih rendah. Karena itu, Kementerian Agama (Kemenag) melakukan kampanye peningkatan produk halal. Program tersebut diharapkan meningkatkan kesadaran publik untuk mengkonsumsi produk halal.
Peluncuran gerakan kampanye itu dilakukan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali di Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Menag mengunjungi salah satu mal di Semarang. Menurut pengelola mal. pelabelan halal barang-barang yang dijual sudah 80 persen. Sisanya untuk produk-produk konsumsi ekspatriat tidak dilabeli keterangan halal.
Menurut Menag, seharusnya seluruh produk dilabeli tanda atau keterangan halal. "Baik itu barang impor atau barang lokal. Baik itu barang konsumsi masyarakat pribumi atau ekspatriat, harus dilabeli keterangan halal atau tidak halal," katanya.
Menteri yang akrab disapa SDA itu mengatakan, pembeli berhak mengetahui barang yang akan dibeli itu halal atau tidak halal. Untuk itu, mulai dari tingkat produsen hingga pedagang ritel harus mengupayakan seluruh produknya dilabeli halal atau tidak halal.
"Setelah dilabeli, diserahkan ke pembeli. Apakah tetap membli produk tidak halal atau yang halal," katanya.
SDA menekankan bahwa kampanye peningkatan produk halal ini intinya memenuhi hak konsumen untuk mengetahui barang yang akan dibeli itu halal atau tidak. Ketentuan pelabelan produk halal tidak hanya untuk makanan dan minuman saja. Juga untuk obat-obatan, kosmetik, dan barang kegunaan. Seperti sepatu, sandal, tas kulit, atau ikat pinggang.
Beberapa waktu lalu sempat mencuat isu sepatu yang berbahan kulit babi."Halal atau tidak halal itu bukan hanya terkait barang konsumsi. Pada sepatu misalnya, menjadi najis jika menggunakan bahan kulit babi," tandasnya.
Untuk itu SDA mengatakan produk-produk seperti sepatu, sandal, tas, dan ikat pinggang juga diminta untuk dilabeli halal atau tidak halal.
Ketentuan pelabelan halal atau tidak halal itu bisa dilakukan dengan dua jalan. Yakni, diwajibkan atau sukarela. Saat ini Kemenag memilih jalan sukarela. "Kita tidak bisa ketat dengan cara mewajibkan menerapkan pelabelan produk halal," kata SDA.
Sebab, resikonya bisa mematikan usaha kelas menengah, kecil, dan mikro. Untuk merangsang upaya pelabelan halal, Kemenag menyerahkan bantuan biaya pelabelan halal sebesar Rp 1,3 miliar untuk sejumlah unit usaha yang tersebar di 13 provinsi. (wan/ca)