Kemendagri Terus Bantu Penyelesaian Konflik Pertanahan di Daerah
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus membantu adanya penyelesaian konflik tanah yang terjadi di daerah. Hal itu dianggap penting sebelum terjadinya konflik yang merugikan masyarakat itu sendiri.
Hal itu disampaikan dalam seminar hasil kajian konflik pertanahan di daerah secara virtual, Senin (4/10). Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka memperoleh masukan sekaligus menyempurnakan hasil kajian sementara yang telah tersusun.
Selain itu, untuk memperoleh hasil rekomendasi yang lebih komprehensif dalam mengatasi persoalan konflik pertanahan di daerah.
Sekretaris Badan Litbang Kemendagri Kurniasih mengatakan pihaknya telah berperan aktif dalam membantu menyelesaikan konflik pertanahan di Indonesia sejak 2016 hingga 2020. Setidaknya, sebanyak 678 kasus konflik pertanahan telah difasilitasi.
Dari kondisi di atas, Kemendagri telah melakukan langkah penyelesaian dengan menindaklanjuti melalui surat kepada Gubernur sebanyak 96 surat serta melakukan rapat fasilitasi di 23 daerah.
“Secara konsisten, Kemendagri senantiasa berkomitmen terhadap penyelesaian berbagai konflik di bidang pertanahan, yakni dengan melakukan kebijakan fasilitiasi dan koordinasi kepada pemerintah daerah agar mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Kurniasih dalam siaran pers, Selasa (5/10).
Kurniasih menilai konflik pertanahan yang terjadi di Indonesia perlu ditangani dengan cepat. Apabila tidak ditangani, maka rentan berdampak buruk dan cenderung merugikan masyarakat serta pelaku usaha di berbagai sektor, yakni ekonomi, sosial, ekologi, dan kepastian hukum.
Tak hanya itu, konflik tersebut juga dapat memicu kurangnya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, kata dia, Badan Litbang Kemendagri melakukan kajian mengenai konflik pertanahan di daerah guna membantu percepatan penyelesaian atas permasalahan tersebut.
“Melalui kajian ini, diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai faktor yang memengaruhi proses penyelesaian konflik serta mengidentifikasi hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian konflik di daerah,” katanya.
Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut, Plt Kepala Puslitbang Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa, dan Kependudukan, Mohammad Noval; Ketua Tim Kajian, Pejabat Fungsional Peneliti Badan Litbang Kemendagri, Tomo; Guru Besar Universitas Prof Moestopo (Beragama) Triyuni Sumartono, serta Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Brigjen Daniel Aditya Jaya.
Sementara itu, Plt Kepala Puslitbang Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa, dan Kependudukan Mohammad Noval mengungkapkan jenis konflik pertanahan yang kerap terjadi tersebar pada beberapa area. Di antaranya tanah perkebunan, pertanian, kehutanan, transmigrasi, pertambangan, industri, properti, pesisir, dan aset pemerintah seperti kantor, sarana jalan, dan bandara.
Sedangkan aktor atau pihak yang berkonflik relatif beragam kata Noval, antara lain masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan badan hukum termasuk perusahaan swasta, dan badan hukum dengan pemerintah.
Dia menambahkan sejumlah langkah terus dilakukan Kemendagri untuk mengatasi persoalan tersebut, tak terkecuali melalui kajian yang komprehensif. Dia juga mengapresiasi atas bantuan berbagai pihak yang telah mendukung kelancaran proses kajian.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dari kementerian/lembaga yang telah mendukung kami dengan memberikan data dan informasi dalam pelaksanaan kajian ini,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Brigjen Daniel Aditya Jaya mengatakan untuk menyelesaikan konflik pertanahan di daerah, sejumlah upaya komprehensif perlu dilakukan berbagai pihak.
Pada bidang kelembagaan, kata dia, dibutuhkan koordinasi yang menyeluruh yang mencakup pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya agraria. Sedangkan dalam bidang penyelesaian konflik/sengketa, diperlukan peningkatan efektivitas dan kualitas penyelesaian sengketa pertanahan. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi: