Kementerian ESDM Didesak Cabut Izin Pertambangan Emas PT CPM
Padahal penerbitan izin lingkungan tersebut, bertentangan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor: SK.2300/MenLHK.PKTL/IPSDH/PLA.1/5/2016 tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan Dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi X).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, kawasan tambang PT. CPM tersebut beririsan dengan Taman Hutan Rakyat (TAHURA) seluas 4.907,11 Ha, Hutan Lindung (HL) seluas -/+ 11.075,26 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas -/+ 2.495,11 Ha, Areal Penggunaan Lain (APL) Seluas -/+ 215,50 Ha.
Meski keputusan Kementerian LHK tentang penetapan TAHURA dilakukan belakangan di tahun 2016, ungkap Mukhtar, namun seyogyanya Kementerian ESDM tetap menjadikan regulasi tersebut dalam mengeluarkan izin pertambangan, termasuk perpanjangan Kontrak Karya.
Mukhtar juga mendapat informasi bahwa PT. Dinamika Reka Geoteknik yang ditunjuk PT. CPM untuk pemulihan kawasan hutan di areal TAHURA, justru ikut menambang dengan cara yang sama dengan penambang tradisional.
“Mereka bahkan menyuplai kebutuhan material produksi tambang ke masyarakat. Mungkin juga menyuplai merkuri atau sianida. Jika ini betul terjadi, maka kuat dugaan bahwa PT. CPM ini telah lama menambang, padahal izin konstruksi dan produksi dari Kemeterian ESDM baru keluar pada bulan November 2017,” jelas Mukhtar.
Temuan Mukhtar tersebut memperkuat hasil investigasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng beberapa waktu lalu. Menurut JATAM Sulteng, PT. CPM memiliki MoU dengan PT Dinamika Reka Geoteknik (DRG) untuk rehabilitasi tahura, bukti lapangan, DRG adalah perusahaan penyuplai bahan.
DRG menjual bahan material ke empat perusahaan lain. DRG bertugas membagi material pada empat perusahaan yang sudah menyiapkan kolam perendaman. Titik galian yang diambil oleh DRG masuk dalam tahura.
Mukhtar sementara menyimpulkan, terdapat beberapa jenis pelanggaran. Pertama, PT CPM telah melakukan penambangan sebelum izin keluar. Kedua, pelanggaran izin lingkungan oleh Pemprov. Ketiga, kelalaian atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum di Kementerian ESDM, yang kurang cermat dalam memberikan izin pertambangan.