Kemnaker Dukung Kerja Sama Kadin dan IHK Trier Jerman
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan mendukung kerja sama Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia dengan Industrie-und Handelskammer (IHK) Trier (Kadin Jerman) untuk memperkuat Komite Vokasi Nasional, dengan memberikan pelatihan vokasi kejuruan ganda (pemagangan) yang memadukan pendidikan dan praktik.
Kerja sama kedua lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelatihan vokasi di Indonesia.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri dengan Wakil Ketua Umum Kadin Antonius J. Supit dan Kordinator Program IHK Trier Andreas Goesche di Ruang Kerja Kantor Kemnaker, Jakarta, Rabu (9/5)
“Pemerintah Indonesia melalui Menaker mendukung kerja sama pelatihan vokasi kejuruan ganda ini. Kita harapkan dukungan IHK Jerman agar pemerintah Jerman men-support pelatihan vokasi di Indonesia,“ kata Anton Supit seusai pertemuan.
Selama ini, kata Anton, Kadin Indonesia bersama IHK Trie telah terlibat aktif memberikan support bantuan berupa metodologi, sertifikasi, kurikulum, training of trainer (TOT), dan pelatihan di tempat kerja.
“IHK Trier menjadi semacam technical assistant untuk program kerjasama pelatihan vokasi kejuruan ganda. Kita siapkan program pemagang serta pelatihan vokasi khusus bagi pelajar SMK,” kata Anton Supit
Lama masa vokasi kejuruan ganda atau magang itu berjalan sekitar tiga sampai enam bulan. Tujuan pemagangan sendiri untuk memberikan pengetahuan kepada pemagang, sehingga industri mudah mendapatkan tenaga kerja yang memiliki keahlian yang diinginkan.
"Kerja sama pelatihan vokasi ini akan membuat pola pemagangan dengan berbasis 70 persen praktik dan 30 persen lainnya merupakan in house training di sekolah dengan mentor yang telah dipilih oleh Kadin Indonesia dan IHK Trier, " ujarnya.
Kadin Indonesia berharap, melalui Andreas, agar menyampaikan ke IHK Trier untuk bisa merintis dan memperoleh support dari pemerintah Jerman. Karena IHK Trie tidak mewakili pemerintah Jerman.
"Ke depan diharapkan agar pemerintah Jerman bisa membantu mengembangkan program pelatihan vokasi di Kemnaker. Kita berharap seperti itu," ujarnya.
Anton menambahkan, bagi pengusaha program ini akan memberikan banyak keuntungan.
“Meski mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga, tapi jauh lebih menguntungkan dari segi materil vokasi daripada perusahaan melakukan tes karyawan, tapi tidak diterima," ujarnya.
Sedangkan bagi para pencari kerja, kata Anton, setelah mengikuti enam bulan pelatihan vokasi, langsung bisa diterima kerja. Namun jika melamar secara normal terkadang susah diterima karena kurang sesuai kompetensinya.
Sementara itu, Menaker Hanif menyatakan bahwa pihaknya menyambut positif tawaran dari Kadin dan IHK Trier Jerman dalam rangka mensukseskan program pelatihan vokasi kejuruan ganda dengan paduan pendidikan dan praktik.
“Sistem ganda harus berpijak di dua tempat, bukan hanya sekolah sambil bekerja. Tetapi bisa juga bekerja sambil sekolah, agar setelah tamat SMK atau tamat magang mereka bisa langsung mendapat kerja sesuai kompetensi, “ kata Hanif.
“Magang adalah salah satu cara untuk menguatkan kemampuan SDM dalam memenuhi kebutuhan industri. Untuk itu, perlu adanya kerja sama dengan semua pihak, termasuk IHK Tier ini untuk memperkuat Komite Vokasi Nasional,“ kata Menaker Hanif.
Pemerintah juga berharap agar pihak swasta dapat berinvestasi kepada peningkatan keterampilan tenaga kerja baik melalui penyelenggaraan pelatihan maupun melalui program pemagangan.
"Pemerintah mengajak kalangan dunia usaha dan industri yang berasal dari dalam maupun luar negeri (PMA) agar mendukung pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan membangun sistem pelatihan kerja dan sertifikasi profesi secara terpadu bagi pekerja Indonesia,” kata Hanif.
Sedangkan Andreas menegaskan, pelatihan vokasi kejuruan sistem ganda dapat mengembangkan SDM dengan belajar di industri.
Karena pendidikan sekolah sudah banyak memperoleh dukungan, tetapi dengan sistem ganda maka akan ada dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan industri.
“Harus belajar di industri atau industri menjadi tempat belajar. Tapi harus ada instruktur, pelatih tempat kerja dan dia harus kerja profesional. Harus ada kurikulum. Sekolah punya kurikulum inti tapi harus disusun sinkronisasi kurikulum dengan kebutuhan industri," tandasnya.(jpnn)