Kerap tak Konsisten, Jokowi-PDIP Bakal Ditinggalkan
JAKARTA - Banyak pihak yang menyayangan sikap Presiden Joko Widodo dan PDIP yang tidak konsisten dan tidak menepati janji sesuai yang disampaikannya dalam Pilpres 2014 yang lalu. Karena itu, saat ini banyak sekali pendukung Jokowi yang menyesal telah memilihnya.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik Universitas Indonesia Muhammad Budyatna menanggapi beberapa langkah Jokowi sejak sebulan lalu dilantik sebagai presiden.
"Terlalu banyak inkonsistensi dan janji yang tidak ditepati yang membuat rakyat yang memilihnya pun sekarang menyesal. Puncak dari semua itu adalah langkah Jokowi yang menaikkan harga BBM. Jadi bisa dipastikan semua pemilihnya menyesal karena itu," terang Budyatna di Jakarta, Kamis (20/11).
Menurut pria bergelar profesor itu, apapun alasan kenaikan BBM tidak akan bisa diterima, karena masyarakat paham bahwa beban kenaikan BBM itu bukan pada hanya harga BBM itu saja, tapi juga berdampak pada melambungnya harga-harga kebutuhan pokok.
"Jadi saya sama sekali tidak percaya kalau ada orang yang setuju dengan kenaikan harga BBM ini. Sebab tidak masuk akal kalau ada orang yang bersuka ria karena beban hidupnya bertambah berat. Saya juga tidak percaya kalau ada masyarakat ada yang mendukung kenaikan harga BBM. Karena kalau ada berarti bodoh sekali mereka," tutur Budyatna yang juga Guru Besar ilmu politik UI ini.
Dia pun mengaku heran lantaran tidak ada alasan yang mendesak saat ini untuk menaikan harga BBM. Bahkan harga minyak dunia sedang turun, sementara sebagian besar masyarakat kondisi ekonominya masih sangat rentan terhadap kenaikan harga BBM. Belum lagi masih banyaknya mafia-mafia migas yang beroperasi.
"Dengan kondisi harga BBM dunia sedang turun dari USD 105 per barel menjadi USD 75 per barel,seharusnya digunakan Jokowi untuk memberantas mafia migas. Bukan malah menaikan harga BBM dulu lantas membiarkan mafia migas. Ini jelas kebijakan konyol," ujar Budyatna geram.
Dia juga menilai, sikap PDIP tidak bisa lagi menggunakan slogan sebagai partai wong cilik. Karena mana mungkin partai wong cilik tapi justru membuat susah wong cilik itu sendiri. Sedangkan orang besar dan orang kaya tidak akan merasakan sekali dampak kenaikan BBM.
Rakyat kecil pun, kata Budyatna akhirnya sadar bahwa slogan-slogan anti kenaikan BBM yang kerap didengungkan PDIP selama era Presiden Jokowi hanyalah untuk jualan saja.
"Ibarat pedagang, PDIP menjadi pedagang yang suka menipu konsumen. Bilang barangnya bagus, ternyata busuk semua. Dulu jualan anti kenaikan BBM, ternyata malah menjadi partai utama pendukung kenaikan BBM," tutur Budyatna masih bernada gusar.
Dia pun yakin, meski kini Jokowi presiden, PDIP akan mengalami pukulan telak dalam berbagai event pilkada nanti, karena kenaikan BBM ini. PDIP seharusnya berpikir panjang terhadap isu BBM di pilkada. (ind)