Ketum PBNU: Pengedar Narkoba Layak Dihukum Mati
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, mengapresiasi penolakan pengajuan grasi oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pelaku kejahatan berat sudah selayaknya dihukum mati.
“Saya dukung apa yang dilakukan Pak Jokowi,” tegas Kiai Said di Jakarta, Selasa (9/12).
Kian Said mengatakan, sudah seharusnya Pemerintah mengambil sikap tegas untuk pelaku kejahatan berat, salah satunya pelaku peredaran narkoba.
“Seperti dikatakan dalam Alquran, barang siapa melakukan kejahatan yang mengakibatkan rusaknya peradaban manusia, menghancurkan negara, hukumannya adalah dibunuh, dipotong dua tangan dan kakinya, atau diasingkan,” jelas Kang Said, sapaan Kiai Said.
Kiai penyandang gelar akademik profesor bidang tasawuf ini menjelaskan, tingkatan manusia karena kejahatannya juga diatur dalam Islam, tepatnya dalam ilmu fiqih. Seperti tertuang dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al Ghozali mengkategorikan manusia dalam empat tingkatan.
Pertama adalah ‘Ashin, yaitu pelaku kejahatan karena pengaruh atau ajakan orang lain, yang karena kejahatannya dihukum peringatan. Kedua adalah Murtakib, yaitu pelaku kejahatan yang meski sudah mendapatkan peringatan kembali melakukannya di lain waktu dan layak diperingatkan secara tegas.
Sedangkan tingkatan manusia ketiga adalah Fasiq, yang karena kejahatannya layak mendapatkan hukuman. “Dan keempat adalah Syirrir. Yang masuk kategori ini seperti pengedar narkoba, bandar, bahkan pemilik pabriknya. Ini harus dihukum seberat-beratnya,” tegas Kang Said.
Disinggung adanya tudingan pelanggaran HAM terhadap pemberlakuan hukuman mati, Kang Said dengan tegas membantahnya. Ditegaskannya, kematian pengguna narkoba juga harus dilihat sebagai pelanggaran HAM oleh pengedar, bandar, dan pemilik pabrik obat-obatan terlarang.
“Mereka (pengedar, bandar, dan pemilik pabrik narkoba) sudah terlebih dahulu melanggar HAM, dan tidak ada yang memprotesnya,” tuntasnya. (fat/jpnn)