Kisruh DPR, Yusril Minta Jokowi Turun Tangan
jpnn.com - JAKARTA - Dualisme kepemimpinan di parlemen pasca munculnya DPR tandingan yang digalang fraksi-fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH), belum ada tanda-tanda bakal segera terselesaikan. Atas hal tersebut, Presiden Joko Widodo diminta untuk turun tangan menyelesaikan krisis tersebut.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, perlunya presiden turun tangan karena munculnya pimpinan DPR tandingan bukan hanya membuat kisruh di parlemen. Namun, menurut dia, juga bisa berdampak luas pada penyelenggaraan negara. Sebab, presiden dan DPR sudah tentu harus banyak bekerjasama dalam menjalankan mekanisme bernegara.
"Karena itu, saya sarankan Presiden Jokowi ikut turun tangan menggunakan kewibawaannya," kata Yusril dalam keterangaanya yang disampaikan di Jakarta, Jumat (31/10).
Salah satu caranya, usul dia, adalah dengan mengundang ketua-ketua partai yang fraksinya di parlemen berseberangan. Para petinggi, kata dia, perlu diajak bersama-sama mencari jalan keluar dari krisis politik di DPR saat ini.
"Presiden bisa gunakan pengaruh dan kewibawaannya untuk mengundang Megawati, Aburizal, Prabowo, SBY, dan ketua partai lainnya untuk bicara dari hati ke hati," tandasnya.
Yusril yakin pada tingkat ketua-ketua partai itulah kisruh di parlemen yang berpangkal dari pembagian jatah pimpinan DPR dan alat kelengkapannya bisa teratasi. Jika di tingkat elitnya sudah ada kompromi, maka di tingkat anggota dewan yang notabene anak buah tentu akan dapat dikendalikan dan ditentramkan.
Tidak ada yang punya kewibawaan lebih besar untuk mengundang para ketua
partai itu, kecuali seorang presiden. Ini ujian besar bagi Jokowi, sebab seorang presiden bukan sekedar kepala eksekutif, tetapi di mata rakyat adalah "bapak bangsa"," tandas Yusril lagi.
Kedua kubu, hingga kemarin, masih kukuh dengan posisinya masing-masing. DPR tandingan yang digalang lima fraksi di KIH, kemarin, benar-benar melaksanakan sidang paripurna perdana mereka.
Namun, berbeda dengan sidang paripurna pada umumnya, mereka tidak bisa menggunakan ruang paripurna yang biasa dipakai. Ruangan yang berada di Nusantara II lantai 3 tersebut terkunci rapat.
Sekitar ratusan anggota dewan dari Fraksi PDIP, Fraksi PKB, Fraksi Partai Nasdem, dan Fraksi Partai Hanura yang sudah terlanjur naik menuju ruangan tersebut kecele. Sebelum akhirnya bergeser, mereka sempat berdiri bergerombol di depan ruang sidang paripurna selama sekian waktu.
Rapat paripurna kemudian dilaksanakan di ruang rapat Fraksi PDIP yang selama ini sekaligus difungsikan sebagai ruang rapat Badan Musyawarah (Bamus). Saat itu, dari total 560 anggota yang ada, hadir 178 anggota dewan.
Namun, yang memimpin sidang bukan politisi PDIP Pramono Anung yang awalnya diproyeksikan menjadi ketua DPR tandingan. Mantan wakil ketua DPR itu bahkan sama sekali tidak terlihat di ruang rapat yang tempat duduknya hanya terisi sekitar separuh itu. Politisi perempuan dari PKB Ida Fauziah yang memimpin sidang.
Agenda utama rapat tersebut adalah penyerahan usulan nama-nama anggota untuk duduk di alat kelengkapan dan badan (AKB) DPR. Kelima fraksi di KIH seluruhnya menyerahkan map berisi daftar nama anggota-anggotanya.
Saat itu lah kemudian sejumlah sindiran muncul untuk fraksi-fraksi anggota Koalisi Merah Putih (KMP). Meski tahu kalau tidak ada anggota fraksi lain yang hadir, pimpinan sidang tetap menyebut fraksi-fraksi anggota KMP. "Partai Demokrat, ada? Partai Gerindra?" tanya Ida disambut tepuk tangan dan tawa peserta rapat.
Mantan ketua fraksi PKB itu lalu meminta persetujuan pada peserta sidang untuk mengesahkan lima fraksi yang telah mengajukan nama anggota untuk alat kelengkapan."Kita tetap berikan kesempatan pada yang belum. Baru, kemudian masuk proses penentuan pimpinan AKB," kata Ida.
Penentuan pimpinan AKB itu baru dilakukan setelah pimpinan DPR mengundang pimpinan fraksi untuk rapat konsultasi. Rencananya, rapat itu akan dilakukan Senin (3/11) mendatang.
Tahapan yang kini sedang dijalani DPR tandingan itu telah lebih dulu dilalui DPR kubu lainnya. Bahkan, saat ini, semua pimpinan AKB juga telah dipilih. Dalam proses tersebut, lima fraksi dari KIH sama sekali tidak mengajukan nama anggotanya yang akan duduk di komisi maupun badan yang ada. (dyn/ken)