Koalisi Merah Bakal Berhadapan dengan Koalisi Putih
jpnn.com - JAKARTA - Deklarasi koalisi permanen di parlemen menyisakan beberapa spekulasi politik. Dari sudut pandang komunikasi politik, deklarasi ini seakan menabuh genderang perang padahal medan laga pilpres belum sampai penghujung.
Tafsir politik yang muncul, mungkin koalisi ini memperkuat dukungan pada pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bahwa mereka telah siap di parlemen ketika menang di tanggal 22 Juli ini.
Pengamat politik dan pengajar komunikasi politik Universitas Padjajaran Bandung Kunto Adi Wibowo mengatakan, tafsir yang tak kalah kuat adalah bentuk persiapan pertempuran baru setelah sinyal-sinyal kekalahan yang berujung pecahnya kongsi merah-putih semakin nyata.
“Kekuatan di parlemen mau tak mau harus dikapitalisasi demi memperjelas kekuatan dan pemetaan mana yang kawan dan mana yang lawan,” katanya ketika dihubungi wartawan, kemarin (15/7).
Suara dari beberapa kader Golkar yang berniat berkoalisi dengan pasangan Prabowo-Hatta , kata dia, membuat kebutuhan untuk memperteguh peta politik yang telah dirintis koalisi ini adalah puncaknya pada pengesahan revisi UU MD3.
“Namun absennya Partai Demokrat dari deklarasi koalisi permanen membuat peta kekuatan di parlemen menjadi dinamis dan tak begitu saja bisa dikunci dengan pergerakan sisa perlawanan dari koalisi merah-putih,” bebernya.
Bukan tidak mungkin pesan yang ditangkap oleh publik adalah bentuk kelemahan alih-alih pamer kekuatan serta usaha keputus-asaan dalam pertempuran pilpres.
Sementara itu pengajar kebijakan publik Unpad Bandung Yogi Suprayogi Sugandi menilai, deklarasi koalisi permanen yang digagas Koalisi Merah Putih tidak akan bertahan lama. Koalisi ini akan terancam perpecahan internal. “Bila prabowo terpilih akan tersandera dengan sendirinya oleh berbagai kepentingan internal partai,” katanya.
Menurut Yogi, ada dua kutub yang melatarbelakanginya perpecahan ini. Bahwa ‘koalisi merah’ yang didukung oleh partai-partai nasionalis seperti Gerindra, Demokrat, dan Golkar dkk akan berhadapan dengan koalisi putih yang dimotori oleh PAN, PPP dan PKS. “Kepentingan ini terutama dalam cara pandang menyelesaikan masalah nasional,” bebernya.
Contoh nyata, misalnya, isu nasionalisasi. Isu ini yang selalu digaungkan oleh pasangan capres nomor urut 1 akan mendapatkan hambatan dari Demokrat terutama pernyataan SBY tentang ketiadaan dukungannya terhadap capres yang akan menasionalisasi perusahaan asing di Indonesia. (dli)