KPK Disarankan Usut Dugaan Permufakatan Jahat Gatot-Rio dan Kejaksaan Agung
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Siek YB Tirto Soeseno menilai makna permufakatan jahat saat ini menjadi multi tafsir di kalangan institusi penegak hukum.
Contohnya, saat pertemuan yang diduga telah terjadi permufakatan jahat dalam kasus tindak pidana korupsi oleh Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho bersama bekas Sekjen Nasdem Patrice Rio Capella dalam kasus Bansos dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Provinsi Sumut tahun 2011-2013 yang ditangani Kejaksaan Agung, publik tak tertarik.
Padahal ujarnya, ide permufakatan itu bisa saja dipikirkan Gatot dengan asumsi Rio yang Sekjend Nasdem bisa menjembatani kepada Ketua Umum Nasdem Surya Paloh untuk mendamaikannya dengan wakilnya lalu merapat ke Jaksa Agung sebab penyidik Jaksa Agung telah menetapkan Gatot sebagai tersangka.
"Sikap Gatot yang dibincangkan dengan Rio terkait dengan Kejagung itu sangat pantas diduga sebagai materi permufakatan jahat. Apalagi ada kesan pihak Kejaksaan Agung sangat lemot memroses perkaranya," kata Siek YB Tirto Soeseno, kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/12).
Masalahnya ujar Soeseno, KPK tidak menyidik Gatot dan Rio sebagai terduga permufakatan jahat tipikor. "Mungkin penyidik KPK menilai sulit membuktikan telah terjadi permufakatan jahat, walau ada pengakuan dari Gatot dan Evi mengetahui permufakatan tersebut," ujarnya.
Rio lanjutnya, akhirnya disidang sebagai penyelenggara negara menerima uang Rp200 juta dari pihak Gatot, yang diterima via teman wanitanya Fransisca Insani Rahesti.
"Mestinya, sebagai penegak hukum, KPK wajib menyidik Gatot dan Rio dengan pasal dugaan pemufakatan jahat, sehingga bisa terungkap kenapa pihak Kejaksaan Agung terkesan santai menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh Gubsu nonaktif Gatot Pujo Nugroho. Di sisi lain, akhir-akhir ini pihak Kejaksaan Agung begitu proaktifnya menjerat Ketua DPR Setya Novanto dengan dugaan permufakatan jahat," pungkasnya.(fas/jpnn)