KPK Geledah Empat Tempat di Jayapura
jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan detailing engineering design Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Mamberamo 2009-2010. Penggeledahan itu dilakukan di empat lokasi di antaranya rumah mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu.
"Rumah Barnabas di Bhayangkara III Jalan Hang Tua Nomor 99 RT 04 RW 07 Kelurahan Bhayangkara Kecamatan Jayapura Utara, Jayapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha dalam pesan singkat, Senin (8/9).
Selain rumah Barnabas, KPK juga rumah La Musi Didi di Jalan Jaya Asri Blok F Nomor 21 Jayapura. La Musi merupakan Direktur Utama PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ). Ia juga menjadi tersangka kasus itu.
Adapun dua lokasi lainnya yang digeledah KPK adalah kantor Dinas Pertambangan Kantor Dinas Otonom Jalan Abepura Kotaraja Jayapura dan kantor Konsultasi Pembangunan Irian Jaya yang terletak di Jalan Batu Karang Nomor 4 RT 02 RW 07 Kelurahan Ardipura Jayapura.
Seperti diketahui, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan detailing engineering design Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Mamberamo tahun anggaran 2009-2010. Selain Barnabas dan La Musi, tersangka lainnya adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua 2008-2011 Jannes Johan Karubaba.
PT KPIJ merupakan perusahaan swasta yang mengerjakan proyek senilai sekitar Rp 56 miliar itu. Diduga PT KPIJ melakukan penggelembungan harga proyek dan mempunyai hubungan dengan Barnabas.
KPK menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Atas perbuatan ketiganya negara dirugikan Rp 35 miliar. (gil/jpnn)