KPK Pajang Barang Gratifikasi
Sitaan dari Rekanan Para PejabatSelasa, 29 Juli 2008 – 06:59 WIB
Nyaris tak ada pengunjung KPK yang tak penasaran ingin melihat barang-barang yang ada di etalase berlapis kaca bening itu. Dalam almari kaca berukuran panjang sekitar 2 meter dengan tinggi 2,5 meter, berjejer rapi berbagai benda berharga mahal. Mulai balpoin merek Mont Blanc, pin emas, giok berbentuk gelas, jam tangan buatan Rusia. Tak ketinggalan barang elektronik seperti ponsel Nokia E 90 Communicator yang harga pasarannya Rp 9 juta, handycam, dan modem.
Menurut juru bicara KPK Johan Budi SP, semua barang tersebut adalah milik pejabat negara yang diterima karena ada kaitannya dengan jabatan. Bahasa kerennya barang gratifikasi, orang awam kadang mengartikan barang suap. Dua etalase yang sejak kemarin dipajang di KPK itu bukanlah hasil suap. Jika mendapat informasi seorang pejabat menerima sesuatu, KPK bahkan tak berani langsung menjatuhkan "vonis" bahwa pemberian yang kerap diartikan --atau didalihkan-- bentuk persahabatan atau rasa hormat itu adalah suap.
Ada prosedur penyelidikannya sendiri. Begitu diterima, lanjut Johan, barang atau uang tersebut akan ditelusuri asal usul dan maksud pemberi. Jika berkaitan dengan penerima atau pemberi berharap mendapat balasan, dipastikan KPK akan mengeluarkan SK penetapan gratifikasi. Bila indikasinya tak ada, dikembalikan. "Begitu menerima barang atau sesuatu, mereka (pejabat penerima) punya waktu 30 hari untuk melapor ke kita. Kalau nggak melapor bisa kita tuduh telah menerima gratifikasi," jelas Johan. Di luar kasus gratifikasi murni seperti penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh Artalyta Suryani alias Ayin yang tengah disidangkan, sampai sekarang KPK belum pernah memperkarakan penerima gratifikasi jenis ini dengan tuduhan korupsi. KPK juga tak menyebutkan milik siapa barang-barang tersebut. Hanya ada pengakuan dari Ketua BPK Anwar Nasution bahwa jam asal Rusia adalah miliknya. Jam seharga sekitar USD 800 diterima dari ketua BPK Rusia. Ini terungkap saat Anwar memaparkan jumlah harta kekayaanya di KPK, pekan lalu. (pra)