KPK Tak Punya Kewenangan Terbitkan SP3, Begini Sejarahnya
jpnn.com, JAKARTA - Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) menghadirkan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR periode 1999-2004 Zain Badjeber. Mantan anggota DPR dari Partai Pesatuan Pembangunan itu pernah terlibat langsung dalam pembahasan UU KPK.
Badjeber dalam penjelasannya di hadapan Pansus Angket KPK membeber alasan yang membuat lembaga antirasuah itu tak memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). “Biar KPK tidak main-main dan sewenang-wenang dengan perkara,” katanya.
Menurut Badjeber pula, kala itu lembaga yang berhak mengeluarkan SP3 juga tidak menggunakannya dengan baik. Karenanya, pemerintah dan DPR kala itu menyatakan KPK juga tidak diberi kewenangan mengeluarkan SP3 agar tidak seperti lembaga penegak hukum lain.
“Jadi, waktu itu jangan sampai dengan SP3 itu KPK tidak main-main,” kata mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Dia lantas mencontohkan kekhawatirannya yang membuat KPK tak diberi kewenangan mengeluarkan SP3. Misalnya, ada seseorang yang hendak diangkat menjadi menteri tapi tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.
Tapi ketika seorang tersangka itu sudah batal jadi menteri, KPK lantas menerbutkan SP3. Kekhawatiran seperti itulah yang mendasari DPR dan pemerintah kala itu tak memberi kewenangan SP3 ke KPK.
“Karena tidak ada kewenangan SP3 maka hanya pengadilan yang bisa membebaskan (orang yang dijadikan KPK tersangka, sebutnya),” ujarnya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dalam forum yang sama menyatakan bahwa kewenangan KPK tetap mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hanya saja, kata Yusril, persoalan penerbitan SP3 memang jadi perdebatan.
Di satu sisi SP3 ada dalam KUHAP. Namun, UU KPK memang tak mengatur SP3.
“Itu menjadi perdebatan. Apakah ada yang dijadikan tersangka, tidak di-SP3, tidak juga diajukan ke pengadilan, itu urusan angket (penyelidikan, red), bukan urusan saya,” kata Yusril.(boy/jpnn)