LSM Adukan Mantan Gubernur Kaltim Korupsi
Diduga Selewengkan Rp300 Tjpnn.com - Dalam laporan dengan tanda bukti penerimaan laporan dugaan tindak korupsi bernomor 2008-08-000161, dari data yang diserahkan membeberkan adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang dilakukan YN serta adanya indikasi korupsi dalam di PT Kaltim Prima Coal pada saat masih menjabat sebagai Gubernur Kaltim.
Dikatakan Banuba, dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang dilakukan YN terletak pada surat tertanggal 24 Juli 2008 yang ditanda tangani YN dengan perihal pencabutan perkara arbitrase Center for Settlement of Invesment Disputes (ICSID) antara Pemerintah Provinsi Kaltim melawan PT Kaltim Prima Coal. “Surat itu tidak ada nomornya, tidak ada alasan yang jelas kok tahu-tahu dicabut, ini 'kan gak bener,” tegas Banuba, Jumat (8/8)
Sebelum adanya pencabutan surat ini, lanjut Banuba, YN sempat mengajukan surat permohonan arbitrase melalui kuasa hukum Pemprov Kaltim tentang permohonan arbitrase pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melawan PT KPC tertanggal 23 November 2007. “Dalam surat ini jelas kalau perkara arbitrase antara Pemprov Kaltim dan PT KPC, tidak ada angin, tidak ada hujan kenapa dicabut?, pencabutan ini juga sehari sebelum YN lengser dari Gubernur Kaltim,” tambah Banuba.
Tak hanya penyalagunaan jabatan saja yang dilaporkan ke KPK, indikasi korupsi dalam di PT Kaltim Prima Coal juga dituduhkan kepada mantan orang nomor satu di Kaltim itu, dari perhitungan yang berhasil didapat oleh LSM NCW, terletak pada bagian hitung divestasi atau pembagian royalti dari PT KPC kepada Kaltim yang sejak 2001 yang tidak disetorkan ke negara. Berdasarkan hitungan kasar yang dilakukan NCW kurang lebih sebesar Rp300 triliun kerugian negara. “Sejak 2001 itu lah mereka makan hak rakyat,” bebernya.
Kendati saat ini PT KPC berstatus perusahaan swasta, Banua berkeyakian bila KPK mampu menguak kasus dugaan korupsi yang dilakukan YN dan PT KPC, karena sumber daya alam (SDM) dalam hal ini adalah batubara adalah harta kekayaan negara yang didalamnya adalah hak negara. “Jadi negara dalam hal ini berhak meminta haknya, dan KPK pasti bisa menindaklanjuti laporan kami ini,” cetus Banuba optimis. (rie/JPNN)