Mal Tak Bisa Jual 80 Persen Lokal
jpnn.com - SURABAYA - Pengusaha pusat perbelanjaan keberatan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan 70/2013 mengenai Pedoman Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Di dalam aturan itu menyebutkan, pusat perbelanjaan atau mal harus menjual sedikitnya 80 persen produk dalam negeri, sehingga dengan demikian porsi produk impor yang dijual hanya 20 persen.
Wakil Ketua DPP Asosiasi Pusat Belanja Indonesia (APBI) Didi Woeljadi Simson mengatakan selain mewajibkan pusat perbelanjaan menjual 80 persen produk lokal, aturan itu juga menyatakan produk yang dijual harus mengantongi SNI. Menurutnya, aturan itu sulit untuk dipenuhi pengelola mal yang notabene mewadahi para pedagang.
"Bagaimana mungkin mal harus 80 persen merupakan produk dalam negeri dan ber-SNI. Terutama untuk mal dengan segmen middle to high yang rata-rata juga menjual produk asing, seperti dari Tiongkok. Berbeda kalau pusat perbelanjaan menengah ke bawah dengan porsi produk lokal yang dijual lebih banyak, tentu aturan itu bisa dipenuhi," katanya kemarin (5/3.
Sementara secara nasional, total pusat perbelanjaan sebanyak 243 mal. Didy menyebut, kalau di Jakarta dan kota besar lain, pusat perbelanjaan menenengah ke atas mendominasi. Kalau itu diterapkan, ia yakin, pengusaha mal bakal gulung tikar. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan class action agar kebijakan itu ditangguhkan.
"Saat ini kami masih mempersiapkan untuk melakukan class action yang ditujukan pada menteri perdagangan. Kami berharap secepatnya bisa diperoleh hasil agar kebijakan itu ditangguhkan. Sebab, kebijakan itu harus dilaksanakan enam bulan sejak aturan itu ditetapkan. Permendag 70/2013 sendiri ditetapkan pada Desember 2013 lalu, sehingga Mei harus berlaku. Tentu enam bulan tidak cukup bagi kami untuk menyiapkan itu semua, yaitu harus 80 persen produkk dalam negeri dan memiliki SNI," tandas dia.
Tidak hanya produk tertentu saja, produk asing mengisi seluruh lini barang yang dijual. Mulai dari garmen, kosmetik sampai aksesori. "Bukannya kami tidak cinta produk dalam negeri, tapi perlu waktu untuk mengimplementasikan aturan itu," ungkapnya.
Sementara terkait tindak lanjut dari para peritel pasca ditetapkannya aturan itu seperti mendaftar SNI, ia menyatakan belum mengetahui. (res)