Mandi di Sungai, Telusuri Lebatnya Hutan
jpnn.com - PENGALAMAN syuting menelusuri hutan rimba menjadi pengalaman seru bagi aktris Prisia Nasution saat didapuk menjadi Butet Menurung di film terbarunya, Sokola Rimba. Lewat film besutan sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana ini. Pia -sapaan akrabnya- rela menelusuri lebatnya hutan di kawasan Taman Nasional Bukit 12, Jambi selama 4 hari.
“Sebelum syuting saya harus terbiasa dengan lingkungan di sana dan 4 hari saya harus tinggal di dalam hutan,” ujar Prisia Nasution seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group), Rabu (13/11).
Tentu saja ini bukanlah perkara mudah bagi sosok Pia. Jika pun hanya menelusuri lebatnya hutan, mungkin itu bukanlah hal baru. Di luar aktivitasnya, dirinya sering melakukan hal itu. namun di lingkungan ini, dirinya harus bisa beradaptasi langsung anak-anak di daerah pedalaman yang tidak dia kenal. Sebab, di film terbarunya ini dirinya didapuk sebagai seorang guru.
“Kesulitan yang paling besar proses mereka (anak-anak pedalaman) harus menerima aku,” katanya.
Selama 4 hari di daerah tersebut, Pia berusaha beradaptasi dengan orang tua mereka. Dan berusaha untuk bisa menyatu dengan lingkungan mereka dengan ikut serta terlibat dalam beragam aktivitas atau kegiatan yang lain. “Saya pun harus mandi di sungai seperti yang mereka lakukan,” jelasnya.
Dan beruntungnya selama proses adaptasi, Pia tidak mengalami kesulitan. Masyarakat pedalaman dengan mudah menerimanya, bahkan dirinya disamakan dengan Butet Manurung yang di panggil guru. Padahala kru yang lain termasuk Riri dan Reza tidak dipanggul pak atau ibu. “Ketika sudah masuk lebih sudah ringan, malahan aku dipanggil bu guru,” jelasnya .
Bagi Prisia, mendapat lawan main anak-anak dari pedalaman menjadi suatu pelajaran yang berharga. Menurut pia, akting anak-anak tersebut sangat natural sehingga membantunya dalam berakting. “Saat aku main sama meraka buat aku sangat enak, karena mereka nggak sering liat televisi atau film jadi apa yang mereka lakukan natural dan apa yang dirasakan saat itu, itu yang keluar. Jadi enak sama mereka.” tambah Prisia.
Dirinya pun berharap lewat film ini masyarakat bisa terbuka dan tidak membedakan antara masyarakat pedalaman dengan masyarakat perkotaan. Apalagi selama di sana dirinya melihat masyarakat perkotaan membedakan mereka. Padahal mereka sama-sama manusia. “Harapan sebenarnya ini pengalaman di sana juga, ketika orang luar melihat orang rimba ngasih jarak padahal sama-sama manusia,” tegasnya. (ash)