Martunis, Rindu Aceh Terbawa Mimpi
jpnn.com - "PASTI yang namanya lebaran, hari kemenangan, tetap lebih berkesan di kampung halaman lah bang, namun di sini kan cari pengalaman baru, merantau ke negeri lain," ucap Martunis membalas pesan BlackBerry Messenger (BBM) wartawan Rakyat Aceh (grup JPNN), kemarin.
Martunis anak angkat Cristiano Ronaldo yang saat ini berkostum Sporting Lisbon U-19 belakangan menjadi perbincangan hangat media-media ternama di dunia. Bahkan diantara media, ada yang menyebut Martunis adalah dongeng terbesar dalam sejarah sepakbola dunia.
Betapa tidak, Martunis adalah seorang anak Aceh yang selamat dari terkaman Tsunami, dan mampu bertahan setelah terkatung-katung selama 21 hari di dalam air. Singkat cerita, saat itu Martunis yang mengenakan seragam timnas Portugal diselamatkan dan dibawa ke Portugal oleh Ronaldo yang kala itu berkunjung ke Aceh pascatsunami.
Kembali dari Portugal, Martunis melanjutkan pendidikan sekolahnya di Aceh. Hingga 28 Juni lalu dirinya diundang oleh presiden klub Sporting Lisbon, yaitu klub yang membesarkan ayah angkatnya, Cristiano Ronaldo, untuk bergabung dengan tim tersebut. Tepat 2 Juli, Martunis diperkenalkan layaknya seorang pemain bintang di Portugal.
Sebagai orang Aceh dan muslim yang taat, pemain muda kelahiran 18 tahun silam ini mengaku sangat tidak sabar dengan kehadiran hari kemenangan bagi umat Islam.
"Saya berencana akan shalat Idul Fitri di kota Lisbon nanti bersama Duta Besar Indonesia untuk Portugal, kalau teman yang muslim belum ada," ucapnya.
Namun begitu, anak muda ini masih teringat-ingat tanah kelahirannya. Diakuinya, kebiasaannya di Aceh, Martunis selalu bertadarus malam-malam bersama rekan-rekannya. Namun kali ini dirinya harus bertadarus sendiri di sana.
"Rindu kali bang dengan Aceh, akhir-akhir ini hampir tiap malam mimpi lagi di Aceh. Kadang-kadang mimpi lagi duduk sama keluarga di rumah, sering juga mimpi lagi ngumpul bareng teman-teman," Martunis menceritakan mimpinya.
Dikatakan Martunis, hingga hari ini dirinya belum mulai latihan, dan masih melakukan adaptasi di sana, dan sesekali diajak untuk keliling kota.
"Awalnya saya tidur sekamar dengan pemain sporting lain di asrama, tapi kurang nyaman untuk beribadah. Sekarang udah pindah kamar, tidur sendiri satu kamar, begini lebih nyaman shalat dan berdoa," kisahnya. (Mag-61)