Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Masih Ada Jalan Keluar bagi Terpuruknya Rupiah

Oleh: Ichsanuddin Noorsy

Selasa, 04 Agustus 2015 – 23:45 WIB
Masih Ada Jalan Keluar bagi Terpuruknya Rupiah - JPNN.COM
Dr Ichsanuddin Noorsy. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - JULI 2008 saat AS mengalami kekalahan perang industri manufaktur dari RRC sehingga mengakibatkan defisit neraca perdagangan sekitar USD 263 miliar, harga minyak dunia menembus harga USD 147 per barel. Jika Uni Soviet ambruk ditandai dengan ambruknya tembok Berlin, maka penanda ambruknya dunia kapitalisme adalah bangkrutnya Lehmann Bros.

Selanjutnya AS melalukan bail out USD 700 miliar. Masing-masing USD 350 miliar dipakai di era akhir Presiden GW Bush, dan sisanya dipakai di era awal Presiden Barack H Obama. Bersama Kongres AS, Presiden Obama membentuk Komisi Penyelidik Krisis Keuangan (Financial Crisis Inquiry Commission) menyusul tudingan Timothy Geithner Menkeu AS kepada RRC bahwa Negeri Tirai Bambu itu telah melakukan manipulasi nilai tukar.

Tudingan Menkeu AS ini ditindak-lanjuti oleh Hillary Clinton dan petinggi AS lainnya dengan kunjungan ke Beijing. Namun, kunjungan itu tidak membawa hasil. RRC bersikukuh bahwa nilai tukar Yuan Renimbi-nya adalah wajar.

Secara teoritis, manipulasi nilai tukar merupakan wujud devaluasi nilai tukar pada harga yang kompetitif. Tujuannya agar barang-barang yang diproduksi dan dipasarkan secara global mempunyai harga yang kompetitif.

Atas dasar RRC telah memenangi perang industri manufaktur dalam strategi harga yang kompetitif, maka AS merasa layak menuding Tiongkok melakukan manipulasi nilai tukar, tidak menjalankan perlindungan hak cipta intelektual (intellectual property right). RRC juga menawarkan biaya buruh yang relatif murah didukung dengan pasokan energi sekunder yang murah, serta jalur logistik dan infra struktur yang memadai.

Memang, RRC di bidang energi mensubsidi belanja energi fosilnya sekitar USD 2,3 triliun.  AS pun melakukan hal yang sama sebesar USD 700 miliar.

Pada Januari 2009, saya berpendapat perang industri manufaktur AS melawan RRC dilanjutkan dengan perang nilai tukar, perang teknologi informasi dan komunikasi dan berakumulasi menjadi perang ekonomi. Sementara James Rickards pada 2012 mengatakan, perang nilai tukar akan memicu krisis global berikutnya.

Di awal 2015, Joseph E Stiglitz di majalah Vanity Fair menulis, kemenangan RRC telah menempatkan negara pelanggar HAM itu, -negara yang pemimpinnya telah memuakkan Presiden Obama- sebagai negara yang bukan saja telah menyalip posisi Jepang, bahkan telah memberi pesan kepada dunia bahwa abad 21 adalah abad RRC.

JULI 2008 saat AS mengalami kekalahan perang industri manufaktur dari RRC sehingga mengakibatkan defisit neraca perdagangan sekitar USD 263 miliar,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close