Meliuk-liuk di Sumba
Saya catat nomor ponsel Herry. Takut ada masalah ban kempes dengan mobil itu. Saya berjanji akan mengembalikan mobil itu di lapangan parkir bandara yang sama. Kapan-kapan.
Wow…mobilnya ada bak belakangnya. Double cabin. Mobil off road. Cocok untuk medan Sumba.
Cat luarnya doreng. Seperti mobil tentara. Cocok untuk Sumba Barat. Yang sering rusuh. Yang kantor bupatinya pun dibakar habis. Yang laki-lakinya selalu menyandang pedang panjang di pinggang mereka.
Yang banyak bangunan beton nan megah penyimpan mayat di halaman warga.
Sepuluh menit pertama saya harus berlatih: membiasakan kombinasi persneleng-rem-gas. Sudah begitu lama tidak mengemudikan mobil seperti ini.
Saat meninggalkan Kota Tambulaka (ibu kota Kkabupaten Sumba Barat Daya) saya masih tertatih-tatih. Apalagi jalan sempit itu padat. Banyak konvoi kampanye hari terakhir Pilkada.
Tapi setelah lepas Kota Waikabubak (ibu kota Kabupaten Sumba Barat) sudah mulai terbiasa. Justru asyik.
Bisa main gigi rendah dengan lincah. Di setiap tikungan. Dan tikungannya ribuan. Pendek-pendek. Tajam-tajam. Naik-turun.