Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi 3 DPR RI dari Fraksi PDI PerjuanganSelama ini KPK menjadi semacam “Koordinator” dalam program pemberantasan korupsi, BNPT menjadi koordinator program antiterorisme, dan BNN dalam program anti-Narkoba.
Namun jika dijadikan single-agency, wacana tersebut selalu mendapat kritik. Menarik untuk dikaji lebih dalam, bagaimana sebenarnya tujuan pembentukan KPK dan dampak apa yang dapat terjadi jika KPK dijadikan wadah tunggal.
Latar Belakang Pembentukan KPK
Untuk dapat melihat bagaimana struktur pembentukan dan kedudukan kelembagaan KPK, maka dapat kita lihat dari beberapa kebijakan pemberantasan korupsi yang telah dibentuk.
Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kemudian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dibentuk badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-undang.
Dalam Konsideran menimbang UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tersurat bahwa KPK dibentuk dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saat dibentuknya UU Nomor 30 tahun 2002, pemberantasan tindak pidana korupsi pada kurun waktu itu belum dapat dilaksanakan secara optimal.