Merasa Ada Kejanggalan Hukum, Alex Denni Ajukan Peninjauan Kembali
“Berdasarkan penelitian saya sebelumnya, belum pernah ada peristiwa hukum saling kait mengait tetapi putusannya yang satu bebas sementara satu bersalah. Belum pernah menemukan berkas perkara seperti itu. Paling amar putusannya saja yang berbeda, misalnya yang satu dihukum satu tahun, yang lain dihukum dua tahun," ujar Rocky di hadapan majelis hakim.
Faktanya, Putusan Banding dari Pengadilan Tinggi Bandung pada 2007 menyatakan terdakwa Agus Utoyo dan terdakwa Tengku Hedi Safinah tidak terbukti bersalah sehingga membebaskan keduanya. Putusan tersebut diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.
Sementara putusan Pengadilan Tinggi Bandung pada 2008 yang diperkuat putusan kasasi Mahkamah Agung pada 2013 menyatakan Alex Denni bersalah dan dipidana.
"Sepanjang rangkaian perkaranya sama, perbedaan putusan dalam berkas splitsing ini bisa menjadi salah satu objek alasan PK," ujar Rocky.
Selain disparitas putusan, kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata juga menjadi alasan bagi Alex Denni untuk mengajukan PK.
Dalam pendapatnya ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara Vidya Prahassacitta menyoroti dakwaan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dikenakan terhadap Alex Denni.
Menurut Vidya, pasal 3 UU Tipikor secara historis merujuk pada pegawai negeri atau pejabat yang memiliki kewenangan. Pasal tersebut tidak ditujukan untuk umum. Karena itu pihak swasta tidak bisa dikenakan dakwaan Pasal 3 jika berdiri sendiri.
"Dalam satu rangkaian perkara, unsur dari swasta bisa dikenakan pasal 3, tetapi tidak bisa berdiri sendiri. Tidak bisa dia dikenakan sendirian saat terdakwa lain dari unsur negara tidak dikenakan," kata Vidya.