Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Miris, Makin Banyak Anak jadi Pelaku Kejahatan

Jumat, 19 Agustus 2016 – 12:41 WIB
Miris, Makin Banyak Anak jadi Pelaku Kejahatan - JPNN.COM
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

SURABAYA—Anak kini bukan hanya jadi korban tindak kejahatan semata. Tapi juga menjadi pelaku. Tindak pidana yang melibatkan anak-anak semakin memprihatinkan. Jumlahnya mencapai ratusan. Minimnya perhatian keluarga menjadi salah satu pemicunya.
 

Terbukti dari jumlah pelaku anak di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya yang mencapai 346 orang. Mereka adalah bocah-bocah yang tengah menjalani penyidikan dan persidangan. Mayoritas anak berasal dari Kota Pahlawan. Namun, ada pula yang berdomisili di Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Jombang.

Jenis tindak pidananya pun beragam. Kasubsi Registrasi Bimbingan Klien Anak Bapas Kelas I Surabaya Dwi Enis Hermawati mengungkapkan, jumlah klien yang berumur di bawah 18 tahun terus bertambah. Jika per bulan rata-rata ada 42 klien anyar, akhir tahun nanti jumlahnya mencapai lebih dari 500 anak.

Dia menjelaskan, tindak pidana yang dilakukan anak mengalami pergeseran. Dulu pelanggaran tergolong ''ringan". Misalnya, mencuri telepon genggam atau sepeda. Namun, saat ini kasus yang mendominasi adalah pengeroyokan. Emosi yang masih labil membuat mereka sering bertengkar. Mirisnya, tidak sedikit pula yang terlibat pencabulan dan perbuatan asusila.

"Peringkat kedua setelah pengeroyokan adalah asusila dan pencabulan," ujar Enis.

Anak-anak yang divonis bersalah bisa dititipkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) atau dipenjara. Selain pencabulan dan pengeroyokan, pencurian yang dilakukan masih tinggi. Bahkan, tindak pidana pencurian tersebut ''naik kelas". Ada di antara mereka yang menjadi tersangka pencurian dengan kekerasan seperti penjambretan dan perampokan.

M. Umar, salah seorang penasihat hukum anak, tidak menampik perubahan tindak pidana yang dilakukan warga belum dewasa. Menurut dia, anak sudah lebih berani. Pelanggaran mereka bukan lagi kelas bocah.

"Awalnya, mereka hanya coba-coba," katanya.

Namun, lama-kelamaan, setelah mengetahui ''hasil" tindak pidana yang meniru orang dewasa, mereka melakukan aksi kejahatan sendiri. Contohnya, anak yang mulanya hanya diajak untuk mencuri motor dan menjambret. Dari aksi itu, mereka jadi memahami cara melakukan tindak pidana tersebut. Bahkan, anak juga mengetahui tempat "membuang" barang jarahan sehingga bisa mendapat untung yang lumayan.

Umar menambahkan, faktor utama yang membuat anak berani terlibat aksi pidana adalah lingkungan. Pergaulan yang kurang tepat dan ajakan orang dewasa yang salah menjerumuskan mereka dalam jalan yang sesat.

 ''Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua juga jadi salah satu faktor,'' terang Anis Sadah, pendamping para pelaku pencabulan dari Surabaya Children Crisis Centre (SCCC). (may/c5/fal/flo/jpnn)

SURABAYA—Anak kini bukan hanya jadi korban tindak kejahatan semata. Tapi juga menjadi pelaku. Tindak pidana yang melibatkan anak-anak semakin

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News