MK Diminta Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator
jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terjebak dengan hitung-hitungan angka rekapitulasi pemilu presiden yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). MK menurut Margarito, mestinya menempatkan diri sebagai pengawal konstitusi.
"Saya ingatkan MK jangan menyandera dirinya hanya menjadi mahkamah kalkulator, hanya melakukan penghitungan angka saja mencari selisih suara," kata Margarito, di Jakarta, Senin (4/8).
Bila MK terjebak dalam hitung-hitungan gugatan jumlah suara saja, Margarito menegaskan tindakan tersebut tidak substansial karena KPU yang mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan pemilu.
"Mestinya Mahkamah Konstitusi betul-betul menempatkan diri sebagai pengawal konstitusi dan tidak boleh terjebak pada soal angka tapi harus masuk ke wilayah prosedur, ketaatan pada hukum dan soal spirit," tegasnya.
Selain itu, Margarito juga menyikapi surat edaran KPU tertanggal 25 Juli 2014 yang memerintahkan agar sejumlah kabupaten/kota membuka kotak suara. Pembukaan kotak suara itu untuk mengambil formulir model A4 PPWP, A5 PPWP, A PPWP, fotokopi pendukung DPKTB, dan model C7 PPWP. Menurut Margarito, tindakan KPU membuka kotak suara sebelum sampai di MK sebagai perbuatan yang tidak layak dan tidak pantas karena melanggar undang-undang.
"Tidak layak dan tak pantas, surat suara setelah dilakukan rekapitulasi tetap harus berada di dalam kotak suara tersegel. Apalagi kotak suara bakal jadi alat bukti di MK, harus dihadirkan di sidang MK. Itu tidak etis, bila dibuka oleh KPU. Apa yang dicari KPU?" tanya dia, sembari menambahkan agar KPU tunduk pada aturan hukum. (fas/jpnn)