Muncul Kesan Jokowi Menzalimi Kepala Daerah
jpnn.com, JAKARTA - Peraturan Presiden (PP) Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye menuai polemik. Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 18 Juli 2018 itu dianggap sarat kepentingan, dan dikeluarkan pasca-wacana pencalonan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menguat.
Menanggpi persoalan ini, Ketua DPP Partai Gerindra Nizar Zahro mengatakan polemik PP 32/2018 itu tidak perlu terjadi jika dari awal pihak pemerintah memberikan penjelasan yang menyeluruh kepada rakyat. Sejatinya, ujar Nizar, kepala daerah yang maju capres atau cawapres sudah diatur di UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Pasal 171 Ayat 1 dan Ayat 3 sudah menjelaskannya secara gamblang.
“Kalau pihak Istana sedari awal sudah menjelaskannya secara utuh, diyakini tidak akan terjadi polemik seperti sekarang,” kata Nizar, Rabu (25/7).
Anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu berpendapat, munculnya polemik bisa dikatakan menjadi bumerang kepada diri Jokowi sendiri. "Muncul kesan di masyarakat bahwa Jokowi menzalimi calon tertentu yang berasal dari kepala daerah,” ujarnya.
Padahal sejatinya tidak ada yang terzalimi, karena sampai sekarang belum ada indikasi kepala daerah akan maju capres atau cawapres. "Termasuk soal Pak Anies Baswedan, sampai sekarang belum ada parpol yang mengusungnya," ungkapnya.
Sampai detik ini, lanjut dia, peta pertarungan Pilpres masih akan mempertemukan Prabowo Subianto versus Jokowi. Belum ada calon yang lain. Bisa dikatakan PP yang baru saja diteken Jokowi sia-sia belaka karena tidak terpakai. PP baru akan terpakai jika ada kepala daerah yang mencalonkan diri jadi capres atau cawapres.
"Ini tidak hanya berlaku untuk Pak Anies semata tetapi berlaku untuk semua kepala daerah dari mulai bupati, wali kota hingga gubernur yang ingin menjadi capres atau cawapres," katanya.(boy/jpnn)