Ormas Geregetan Lihat Mobil Dinas Wakil Rakyat
jpnn.com - SURABAYA – Sejumlah kalangan mengkritik sikap wakil rakyat di parlemen yang terkesan menganggap enteng penggantian pelat mobdin dari merah menjadi hitam. Padahal, pelat bunglon jelas-jelas melanggar undang-undang.
Masyarakat pun meminta pihak-pihak berwenang, terutama polisi, segera melakukan upaya konkret untuk menertibkan perilaku buruk anggota dewan tersebut. Sebab, bila dibiarkan, pelanggaran itu dikhawatirkan terus terjadi.
''Aparat harus menunjukkan ketegasan terhadap anggota DPRD,'' ujar praktisi hukum dan pengamat parlemen M. Sholeh seperti diberitakan Jawa Pos hari ii.
Menurut dia, perilaku anggota dewan yang menggonta-ganti pelat nomor dari merah ke hitam patut disesalkan. Sebab, sebagai wakil rakyat, mereka seharusnya paham aturan. Sesuai dengan regulasi, penggantian pelat merah ke hitam harus didahului pengajuan permohonan ke kepolisian untuk mendapatkan surat tanda kendaraan bermotor (STNK) khusus sebagai penjamin legalitas. Sejauh ini, hanya pimpinan DPRD yang mendapat legalitas tersebut.
Tanpa STNK yang legal itu, mobil pemerintah berpelat hitam bisa dijerat UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasar regulasi itu, warna tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) yang tidak sesuai dengan peruntukannya bisa dikenai denda Rp 500 ribu atau kurungan penjara selama dua bulan.
Mengacu pada aturan tersebut, Sholeh mendesak aparat berwajib tidak tinggal diam. Setidaknya, anggota dewan pemakai mobdin yang hanya berstatus pinjam pakai dari pemkot tersebut segera ditangkap dan diberi sanksi. Pria yang berprofesi advokat itu pun mengancam melaporkan pelanggaran tersebut ke kepolisian. Dia menjelaskan, laporan itu bukan tanpa sebab. Sholeh berharap ada perubahan signifikan atas perilaku dewan yang terbiasa menggonta-ganti pelat nomor kendaraan milik pemerintah. ''Pelanggaran itu selalu terjadi setiap tahun. Masyarakat sudah gemes dengan alasan-alasan anggota dewan,'' ungkapnya.
Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Surabaya Gunarko Aryanto juga mendesak Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya segera bertindak atas temuan pelanggaran tersebut. Menurut dia, pelat bunglon itu juga menyangkut etika dan perilaku legislator. Pihaknya pun berharap ada sanksi tegas terhadap anggota dewan yang sering memasang pelat bunglon. ''Harus ada tindakan tegas,'' tandasnya.
Kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas) juga menaruh perhatian pada perbuatan anggota dewan yang mengganti pelat nomor mobdin dari merah menjadi hitam itu. Mereka menganggap para wakil rakyat tersebut tidak layak dipilih lagi.
Ketua PC NU Surabaya Muhibbin Zuhri menuturkan, masyarakat saat ini sudah kritis terhadap tingkah laku para wakil rakyat. Dia menyebutkan, perbuatan dewan tersebut bisa dianggap upaya menjadikan mobil dinas untuk kepentingan pribadi daripada untuk melayani masyarakat. ''Masyarakat sekarang lebih sensitif. Jadi wakil rakyat itu jangan ndableg. Bisa tidak dipilih lagi nanti,'' ujar Muhibbin.
Pria yang juga direktur Museum NU Surabaya itu menyebutkan, seharusnya anggota dewan tidak melanggar undang-undang. Bila mobil tersebut berpelat merah, ya semestinya disesuaikan dengan ketentuan. ''Jangan asal ganti pelat,'' katanya.
Ketua PD Muhammadiyah Surabaya Mahsun Djayadi menambahkan, sebagai wakil rakyat, sejatinya legislator itu adalah orang-orang pilihan. Sungguh disayangkan kalau orang yang terpilih tersebut malah melanggar aturan. ''Semestinya menjadi teladan. Mereka itu dipilih ribuan orang lho,'' ungkapnya.
Pria yang juga wakil rektor Unmuh Surabaya itu sepakat bahwa anggota dewan yang tidak taat aturan hukum tersebut sangat layak tidak dipilih lagi. Itu merupakan bentuk sanksi moral yang bisa diberikan masyarakat untuk menghukum mereka. ''Bahasa awamnya, ora panteslah dipilih maneh,'' ujar Mahsun. (tyo/jun/c5/fat/flo/jpnn)