Pelantikan Bupati/Wali Kota di Istana Terganjal Undang-Undang
jpnn.com - JAKARTA - Pengamat Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menilai, rencana pemerintah melantik pasangan bupati/wali kota terpilih bersama-sama dengan pelantikan pasangan gubernur terpilih di Istana Negara dan dilakukan oleh presiden, sulit terwujud.
Alasannya, ketentuan dalam mengangkat kepala daerah definitif ini sudah diatur di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan wali Kota.Bahwa disebutkan, pelantikan pasangan bupati/wali kota dilakukan oleh gubernur di ibukota provinsi. Karena itu kalau ingin melantik di Istana Negara, maka aturan harus diubah terlebih dahulu.
"Agak sulit itu kalau Bupati/Wali Kota dilantik di Ibu kota Negara, ya karena undang-undang tidak mengatur demikian. Sedangkan tidak cukup waktu bila harus merombak terlebih dahulu perturan undang-undang tersebut," ujar Robert, Selasa (26/1).
Robert merujuk ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
163 dan 164 UU Nomor 8 Tahun 2015. Disebutkan, pelantikan kepala daerah yang dilakukan di ibu kota negara hanya gubernur dan wakil gubernur. Karena dianggap perwakilan pemerintah pusat. Sedangkan bupati/wali kota berlangsung di provinsi dan dilantik gubernur atau wakilnya.
Robert juga menilai cukup baik jika pelantikan kepala daerah dapat dilakukan serentak, meski dilakukan secara terpisah-pisah. Hanya saja kalau serentak, maka pemerintah harus menunggu terlebih dahulu proses gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) selesai seluruhnya.
"Masa Pemerintahan yang dipimpin seorang penjabat dibiarkan berlama2. Penjabat enggak boleh berlama-lama. Kalau ikuti perkembangan di daerah, itu sangat jauh beda antara uang (anggaran daerah,red) yang dipimpin kepala daerah definitif dibandingkan Pj yang otoritasnya transisional," ujar Robert.(gir/jpnn)