Pemekaran Kalimantan Lampu Kuning
jpnn.com - JAKARTA-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menilai proses pemekaran daerah saat ini sudah berada pada tahap mengkhawatirkan atau berada di posisi 'lampu kuning'. “Kita harus segera mengingatkan Pemerintah agar segera menerapkan pola yang lebih baik dalam proses pemekaran. Tujuannya tak lain jangan sampai membahayakan keutuhan NKRI,” tegas Irwan Kamis (21/8).
Persoalan ini lanjutnya akan menjadi salah satu pembahasan utama dalam Pidato Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita pada saat Sidang Paripurna Khusus DPD tanggal 22 Agustus 2008 (besok, Red). Sidang tersebut antara lainnya beragendakan mendengar Pidato Kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono. “Kami mengusulkan agar proses pemekaran perlu evaluasi lagi dan harus ada 'grand design', artiya mana daerah yang mampu dan mana yang tidak mampu untuk berotonomi sendiri. Harapnya langkah tersebut benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan untuk elit yang hanya berambisi menjadi bupati, walikota atau gubernur,” tegasnya.
DPD dalam hal kaitannya dengan pemekaran ini juga mengakui bahwa semakin maju suatu negara, maka kian tinggi pula derajat desentralisasinya. Sebalikya negara yang masih belum berkembang, tentu cenderung didominasi oleh suatu pemerintah yang sentralistik.
Sementara itu Laode Ida memberi penilaian proses pemekaran yang berlangsung belakangan ini justru terjadi pesat di luar Jawa. Misalnya Kalimantan. “Hal itu wajar akibat masalah rentang kendali. Provinsi di Kalimantan misalnya yang punya luas satu setengah kali pulau Jawa,” tambanya.
Untuk Kalimantan, Laode berharap pemekaran tersebut jangan hanya karena kepentingan pihak-pihak tertentu, tapi memang demi kepentingan rakyat. “Kalimantan itu 'kan daerahnya luas, sumber daya alamnya juga banyak, dengan pemekaran tersebut diharapkan akan berdampak pada kesejahteraan rakyatnya, jangan sampai membahayakan keutuhan NKRI,”imbuhnya.
Selain itu juga persoalan seputar alokasi anggaran. Dulu sebuah kecamatan hanya mendapat kucuran dana sekira puluhan juta. Tapi ketika kecamatan dimekarkan mejadi kota atau kabupaten, kenyataanya mampu meraup anggaran ratusan miliar rupiah.
Dampaknya banyak elit di daerah berlomba-lomba mengusulkan pemekaran daerah dengan memanfaat celah-celah aturan perundang-undangan saat ini. “Moratorium pemekaran yang pernah dikumandangkan setahun lalu, menjadi tak berguna karena urusan alokasi anggaran yang hanya berbasis administrasi pemerintahan lokal, bukan berbasis penyelesaian masalah dan pengembangan potensi daerah,” tegas Laode. (rie/JPNN)