Pemilih Fiktif di Pilgub Jatim Masih Sangat Mungkin Terjadi
jpnn.com - JAKARTA - Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Adhie M Massardi menyatakan bahwa pemilih ganda maupun pemilih fiktif masih mungkin ada dalam Pemilukada Jawa Timur. Pasalnya, KPUD dan Bawaslu Jatim menggunakan data e-KTP yang belum teruji sebagai dasar penyusunan daftar pemilih.
"KPUD dan Bawaslu Jatim menjadikan data e-KTP yang belum teruji kesahihannya sebagai basis bagi penyusunan daftar pemilih tetap (DPT). Karena itu, kemungkinan adanya kembar lima, kembar 10 atau lebih untuk satu pemilih, termasuk adanya pemilih fiktif, masih sangat mungkin terjadi," kata Adhie di Jakarta, Senin (19/8).
Selama ini, lanjutnya, komisioner KPUD Jatim terlalu menyibukkan diri dengan soal-soal yang tidak prinsipil dan hanya membuat repot salah satu pasangan calon. Akibatnya, kata dia, pilgub Jatim secara teknis menjadi semakin rawan masalah.
"Gara-gara KPUD Jatim terlalu sibuk mengurusi persyaratan salah satu pasang calon, mereka baru sadar ternyata masih ada belasan ribu pemilih yang belum terdaftar dalam DPT. Padahal, coblosan sudah tinggal menghitung hari," tegasnya.
Dikatakannya, jika publik membiarkan persoalan itu maka nanti yang bakal rugi adalah rakyat Jatim. "Sebab selain waktu yang terbuang, triliunan uang rakyat bisa kembali terkuras sebagai ongkos kelalaian para penyelenggara pemilu," imbuhnya.
Sedangkan Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP), Rizal Ramli berharap tidak lagi terjadi kecurangan pada Pilgub Jatim seperti yang pernah terjadi 2008 silam. Menurutnya, jika Pilgub Jatim berlangsung secara fair, jujur dan adil maka akan memberi dampak positif pada Pemilu dan Pilpres 2014.
“Saya sudah minta KPUD dan Bawaslu Jatim, agar mereka dapat menyelenggarakan dan mengawasi Pilgub dengan profesional dan proporsional. Jangan lagi mengulangi kesalahan para pendahulu mereka pada 2008. Jatim bisa menjadi tolok ukur bagi penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres 2014,” katanya.
Pada 2008 lanjutnya, Pilgub Jatim menjadi ‘kelinci percobaan’ untuk Pilpres 2009. Saat itu, lanjutnya, penguasa sangat berkepentingan agar jago yang diusungnya memenangi Pilgub demi kepentingan Pemilu 2009.
“Saya tahu persis, waktu itu Khofifah dicurangi dengan cara-cara yang kasar. Saat ini saya melihat hal serupa juga dilakukan terhadap Khofifah. Saya minta cara-cara seperti itu dihentikan. Mari kita berdemokrasi secara beradab,” harap Menko Perekonomian itu era Presiden Gus Dur itu.(fas/jpnn)