Pengadilan Perintahkan JPU Hadirkan Bos PT Sritex
jpnn.com - SOLO - Majelis hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang menyidangkan perkara layanan pesan singkat (SMS) ancaman pembunuhan kepada pengusaha HM Lukminto, menolak eksepsi yang diajukan kubu Anthon Wahjupramono selaku terdakwa. Pada persidangan yang digelar Kamis (25/7), majelis yang dipimpin Herman Heller Hutapea menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah tepat.
Karenanya dalam putusan sela, majelis menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun JPU dapat dijadikan dasar pemeriksaan di persidangan. Majelis bahkan langsung melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi.
Hanya saja, tim JPU belum siap menghadirkan saksi-saksi. Di hadapan majelis, JPU Budi Sulistiyono mengatakan bahwa para saksi belum siap. "Kami mohon agar sidang ditunda hingga usai lebaran," pintanya.
Sementara Hotma Sitompul selaku Koordinator Tim Penasihat Hukum bagi Anthon, memohon majelis memerintahkan JPU menghadirkan Lukminto selaku saksi pelapor pada persidangan selanjutnya. “Kami tidak suuzon (berprasangka buruk), tapi Lukminto harus dihadirkan dalam persidangan yang terhormat ini. Karena kami mendengar info bahwa Lukminto belum pernah mau menghadiri sidang pengadilan dalam perkara-perkara yang melibatkan dirinya,” kata Hotma.
Majelis pun sependapat bahwa Lukminto perlu dihadirkan untuk bersaksi pada persidangan atas Anthon. Karenanya, Ketua Majelis Herman Heller Hutapea memerintahkan JPU untuk menghadirkan Lukminto pada sidang berikutnya yang dijadwalkan Kamis, 15 Agustus mendatang.
“Sesuai perundangan agar yang diutamakan hadir di persidangan adalah saksi pelapor atau saksi korban, baru saksi yang terkait lainnya,” ujar Herman.
Hotma yang ditemui usai persidangan menegaskan, Lukminto sebagai warga negara yang baik harus hadir di persidangan. “Dia harus menjelaskan di bawah sumpah di pengadilan mengenai permasalahan tentang perkara ini,” ujar Hotma.
Perkara ini berawal ketika Lukminto yang tak terima dengan SMS kiriman dari Anthon, melapor ke polisi. Hanya saja, Lukminto yang lebih dikenal sebagai bos PT Sritex itu menggunakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE). Walhasil, Anthon dijerat dengan pasal 29 juncto pasal 45 ayat (3) UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal adalah 12 tahun penjara.(ind/jpnn)