Pengamat Tolak Pemilu-Pilkada Digelar Serentak
jpnn.com - JAKARTA - Peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai, DPR dan pemerintah kebingungan dalam menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU) Pilkada.
"Saya melihat DPR dan Pemerintah kebingungan untuk menyelesaikan RUU Pilkada menjadi undang-undang (UU)," kata Siti Zuhro, dalam diskusi "Nasib RUU Pilkada", di press room DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
Pimpinan Komisi II DPR ermasuk Agun Gunandjar Sudarsa yang dulunya ingin sesegera mungkin ada aturan pilkada serentak, akhirnya juga tidak bisa mewujudkannya 100 persen.
"Kalau saya, biarlah Pemilu nasional itu berlangsung di tingkat Pemilu Presiden dan Pemilu DPR. Pemilu kepala daerah tetap saja ada sebagai Pemilu lokal yang sesuai dengan kearifan lokalnya," sarannya.
Pentingnya Pemilu lokal kepala daerah dan DPRD diselenggarakan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah, menurut Siti, untuk menjaga sistem demokrasi yang selama ini dianut dan memang terpelihara dalam frame masyarakat lokal.
"Saya ingin, jangan daerah sampai kehilangan nilai-nilai budayanya hanya karena serentak. Jangan sampai serentak jadi pembunuh kearifan lokal. Jangan sampai Pilkada serentak mencabik-cabik daerah yang ujung-ujungnya demokrasi semakin berdarah-darah," tegasnya.
RUU pilkada yang dibahas DPR dan pemerintah saat ini, kata Siti, hanya memaksa daerah untuk selalu berorientasi ke pusat dan kesannya secara berencana mengaburkan kearifan demokrasi lokal. (fas/jpnn)