Per Tahun Cuti Sakit Karyawan karena Teler di Australia Mencapai 11 Juta Hari
Selasa, 11 Agustus 2015 – 16:54 WIB
Karyawan mabuk atau teler setelah mengkonsumsi minuman beralkohol membuat perusahaan di Australia setiap tahunnya merugi hingga $3 miliar. Demikian hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Universitas Flinders.
Penelitian yang dilakukan tim dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Adiksi Nasional, Universitas Flinders menunjukan setiap tahun total cuti sakit yang diambil warga Australia karena menderita efek setelah mengkonsumsi obat dan alkohol mencapai 11,5 juta hari.
Dan jika dirata-ratakan setiap tahunnya pengusaha di Australia merugi hingga $3 miliar per tahun karena kehilangan sumber daya di perusahaannya.
"Kebiasaan mengkonsumsi alkohol ini telah membebani para pengusaha sebesar $3 miliar per tahun - dimana $2 miliar diantaranya teler karena mengkonsumsi alkohol dan $1 miliar teler karena narkoba," kata Professor Ann Roche, Direktur Pusat Pendidikan dan Pelatihan Adiksi Nasional.
Cuti sakit akibat teler ini dilakukan oleh hampir semua golongan karyawan, tidak hanya karyawan berusia muda.
"Masalah ini terkait dengan tingginya tingkat konsumsi alkohol dan narkoba yang cenderung terkonsentrasi di kalangan pekerja berusia 20-tahun, tapi masalah ini secara umum terjadi di semua golongan umur,"
"Masalah ini lebih parah dari absenteisme yang dilakukan orang secara umum, dan kita tahu kalau saat ini jumlah absenteisme meningkat karena tingkat konsumsi alkohol juga meningkat,' tambahnya.
Sejumlah pengunjung pub di Sydney mengaku mereka biasanya mengambil cuti sakit ketika mereka mabuk atau teler setelah mengkonsumsi alkohol.
"Minum-minuman alkohol merupakan bagian dari kebudayaan Australia dan sayangnya menjadi sakit karena teler merupakan konsekwensi alami dari kebudayaan itu," kata salah seorang responden.
Dalam penelitian ini tim Professor Roche mengevaluasi data dari dua pertanyaan yang diajukan dalam Survey Strategi Narkoba di Rumah Tangga Nasional Australia pada tahun 2013.
Pertanyaan pertama yang diajukan kepada responden dalam survey ini adalah apakah mereka pernah tidak masuk kerja dalam kurun waktu tiga bulan terakhir karena penggunaan narkoba atau alkohol, dan pertanyaan kedua adalah apakah mereka pernah tidak bekerja karena sakit dalam waktu 3 bulan terakhir.
Peneliti kemudian mengkalkulasi angka rata-rata selama periode satu tahun penuh.
"Kami kemudian menghitung waktu cuti sakit yang diambil itu dengan rata-rata gaji yang hilang dan kemudian kita bisa memperkirakan biaya ekonomi yang ditanggung Australia secara keseluruhan," kata Profesor Roche.
Pakar menilai mengubah kebudayaan di tempat kerja terutama mengenai kebiasan minum-minuman alkohol selepas kerja pada Jum'at sore serta dan sikap karyawan terhadap kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol dapat membantu karyawan terhindar dari mengambil cuti sakit yang cukup banyak jumlahnya.
Professor Ann Roche dari Universitas Flinders mengatakan perusahaan dapat membantu karyawannya yang mungkin memiliki masalah dengan alkohol.
"Pengusaha perlu melakukan klarifikasi mengenai apa yang sebenarnya dialami karyawannya terkait masalah ini, apakah mereka memiliki masalah dalam hidupnya yang terkadang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bekerja dengan baik dan mencari solusi yang dapat mengubah situasi itu,"
"Sepengetahuan saya hanya sebagian kecil saja dari kasus ini yang memerlukan perlakukan khusus", kata Profesor Roche.