Perang Digital
Oleh: Dhimam Abror DjuraidKalau Stiglitz menyebut Unholy Trinity di dunia ekonomi global, maka di dunia ekonomi digital pun muncul The Unholy Trinity baru yang juga menguasai ekonomi digital dunia.
Tiga institusi itu adalah Facebook, Google, dan Amazon atau FGA. Facebook menguasai media sosial, Google menguasai mesin peramban atau search engine, dan Amazon menjadi raja e-commerce.
Trio FGA menjelajah seluruh dunia dan nyaris tidak ada yang bisa menghalangi dominasinya. Penjajahan ala imperialisme dan kolonialisme sudah tidak ada lagi di dunia. Namun, penjajahan digital menjadi jenis penjajahan baru menggantikan kolonialisme dan imperialisme konvensional.
Akibatnya terasa di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Beberapa waktu belakangan ini, Pemerintah Indonesia sedang terlibat perang digital melawan tiga platform raksasa FGA itu, khususnya Facebook dan Google. Pemerintah Indonesia ingin agar dua institusi itu mendaftar sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) di Indonesia, tetapi tidak digubris. Pemerintah Indonesia mencoba menekan, tetapi tetap tidak digubris. Perusahaan raksasa itu ingin bebas dan tidak mau diatur-atur oleh siapa pun di seluruh dunia. Pemerintah memutuskan tenggat waktu sampai 20 Juli, tetapi sampai hari ini tenggat itu tidak mempan.
Pemerintah mengancam akan memblokade dan menghentikan operasional platform digital itu di Indonesia. Akan tetapi, ancaman itu tidak mudah diterapkan karena posisi tawar platform itu sangat kuat.
Untuk melihat betapa besar ketergantungan kita terhadap platform-platform media sosial bisa dilihat dari data pengguna di Indonesia. Pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022.
Angka ini meningkat 21 juta atau 12,6 persen dari tahun 2021. Angka ini setara dengan 68,9 persen dari total populasi di Indonesia. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk di Indonesia kini mencapai 277,7 juta hingga Januari 2022.