Perppu Pilkada Ditolak, Jokowi Untung, Parpol Buntung
jpnn.com - JAKARTA - Guru Besar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Saldi Isra mengatakan jika DPR menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota maka akan menguntungkan presiden terpilih Joko Widodo. Alasannya, Jokowi setelah dilantik jadi Presiden bisa menunjuk pejabat pelaksana tugas (Plt) kepala daerah.
"DPR menolak Perppu misalnya, yang rugi partai politik, karena tidak bisa mangajukan kadernya jadi calon kepala daerah, baik langsung maupun melalui DPRD. Jadi, kalau Perppu itu ditolak maka konsekuensinya lebih besar. Kalau diterima akan lebih aman untuk mengisi kemungkinan kekosongan hukum Pilkada itu," kata Saldi, di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (15/10).
Diterbitkannya Perppu Nomor 1/2014 untuk mencabut dan sekaligus menyatakan tidak berlakunya UU Nomor 22/2014 tentang Pilkada melalui DPRD. "Kalau alasan kegentingan memaksa ada atau tidak, itu menjadi pertimbangan subyektif presiden, dan selama 10 tahun pemerintahannya memang tidak ada alasan-alasan yang standar terkait kegentingan yang memaksa itu," ujar Saldi.
Dia jelaskan, Perppu itu hak subyektif presiden, dan akan dinilai oleh DPR RI. "Kalau nantinya ditolak, maka Perpu itu tidak berlaku, tapi tidak otomatis UU Nomor 22/2014 tentang Pilkada oleh DPRD itu berlaku karena diperlukan RUU tentang pencabutan Perppu itu sendiri. Itu sesuai dengan UU Nomor 12/2011 tentang pembentukan UU, dimana DPR dan Presiden harus mengeluarkan RUU pencabutan Perppu dengan segala konsekuensinya," ungkap Saldi.
Namun demikian apakah Perppu itu akan benar-benar ditolak atau diterima oleh DPR RI menurut Saldi, semua itu akan tergantung perkembangan politik di DPR RI. "Kalau Demokrat dan PPP mendukung, maka dipastikan Perppu itu akan diterima dan berlaku menjadi UU," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Unand itu.
Selain itu, dia juga menjelaskan alasan hukum SBY menandatangani UU Pilkada yang disahkan DPR RI pada Jumat (26/9/2014) dini hari itu dan juga UU Pemda. "Kalau SBY tidak tanda tangan, SBY akan tunduk pada klausul 30 hari UU itu akan berlaku yakni 25 Oktober nanti. Tapi presidennya Jokowi. Jadi, Jokowi yang bertanggung jawab dan itu tidak masalah, karena yang mendapat mandat adalah lembaga kepresidenannya dan bukan SBY-nya. Sama dengan revisi UU KUHP sekarang ini, juga akan dilanjutkan di era Jokowi," pungkasnya. (fas/jpnn)