Pertama dalam Sejarah, KPK Hentikan Kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Istri
jpnn.com, JAKARTA - Pertama dalam sejarah, KPK menerbitkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka tersangka Sjamsul Nursalim.
SP3 ini merupakan kewenangan lembaga antirasuah itu dengan aturan barunya yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Kami menghentian penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya, Ijtih Sjamsul Nursalim," kata dia dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (1/4).
Pria yang akrab disapa Alex itu menjelaskan KPK selalu memastikan mematuhi aturan hukum yang berlaku dalam setiap penanganan perkara.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum," ucap Alex.
Alex menilai unsur perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU KPK tidak terpenuhi.
Menurutnya, kasus ini bermula ketika KPK melakukan penyidikan atas dugaan korupsi SKL BLBI kepada Sjamsul.
Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) ditetapkan sebagai tersangka.
Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim memvonis Syafruddin 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta.
Atas putusan itu, Syafruddin mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Majelis hakim malah memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Atas putusan di tingkat banding, Syafruddin kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung (MA).
MA pun mengabulkan kasasi Syafruddin sebagaimana putusan nomor 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019.
Pokok putusan kasasi antara lain menyatakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dan memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan.
Pada 17 Desember 2019, KPK mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Syafruddin tersebut.
Namun permohonan PK KPK ditolak berdasarkan Surat MA RI Nomor: 2135/Panmud.Pidsus/VII/2020 tanggal 16 Juli 2020.
"Maka KPK meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Alex.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU KPK, kata Alex, maka KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara Sjamsul Nursalim dan Itjih tidak terpenuhi.
Sekadar informasi, kasus korupsi BLBI ini telah melewati tiga periode presiden RI, dimulai sejak era Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo. Semula kasus ini diusut Kejaksaan Agung hingga kemudian ditangani KPK.
KPK awalnya menyangka Sjamsul dan Ijtih telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan nilai aset yang mereka serahkan ke BPPN untuk membayar utang BLBI. Akibat perbuatan mereka, negara rugi Rp 4,58 triliun. (tan/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!