Pilkada, Birokrasi Jangan Dipolitisasi
jpnn.com - Penegasan itu disampaikan Ketua DPD RI Ginandjar Kartasasmita dalam salah satu bagian pidatonya di sidang paripurna DPD RI yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para kepala daerah se-Indonesia, di Gedung DPD/MPR RI, Jakarta, Senayan, Jum'at (22/8).
Ginandjar mengatakan bahwa DPD banyak menerima laporan dari daerah-daerah menyangkut terjadinya politisasi birokrasi terutama menjelang dan pada pelaksanaan Pilkada. “Setiap kali musim Pilkada, terjadi tekanan dan gangguan pada sistem kerja birokrasi, dan pada pasca Pilkada terjadi intervensi politik dalam penempatan jabatan,” ulas Ginandjar.
Oleh sebab itu, Ginandjar mengingatkan agar proses demokrasi tidak diikuti dengan politisasi birokrasi yang dapat mengakibatkan demoralisasi pada pejabat-pejabat karir. “Aparat birokrasi haruslah tetap profesional dan non-partisan, siapapun pejabat yang dipilih oleh rakyat sebagai pemimpin politik baik di pusat maupun di daerah,” tegas Ginandjar.
Ginandjar mengakui bahwa kewenangan pembinaan PNS memang ada di tangan gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan pelimpahan dari presiden menurut UU No 43/1999. Namun bukan berarti setiap kali dilaksanakan Pilkada, aparat birokrasi bisa dilibatkan secara diam-diam. PNS harus netral dan tidak boleh ikut serta menjadi tim sukses salah satu calon pada Pilkada.
Sementara Presiden SBY dalam salah satu bagian pidatonya menyebutkan bahwa sejak 1 Juni 2005 sampai 20 Agustus 2008, telah dilaksanakan 414 Pilkada baik untuk gubernur maupun bupati/walikota. Di akhir tahun 2008, tegas SBY, seluruh gubernur dan bupati/walikota sudah dipilih secara langsung oleh rakyat.(eyd)