Pilpres 2024 Berpeluang Diikuti Hanya 1 Paslon, Lawan Kotak Kosong?
Oleh: Guru Besar Hukum Tata Negara UI Yusril Ihza MahendraPertama, amandemen konstititusi. Kedua, MPR mengeluarkan Ketetapan yang berisi pengaturan lebih lanjut terhadap substansi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Ketetapan MPR adalah grundgezets yang berisi aturan dasar penyelenggaraan negara yang berada di bawah undang-undang dasar tetapi di atas undang-undang.
Ketiga, meciptakan konvensi ketatanegaraan. Jalan ketiga ini agak sulit ditempuh karena jika dilaksakan pada Pilpres 2024, konvensi itu masih dalam bentuk coba-coba yang belum tentu akan diterima sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek penyelenggaraan negara selanjutnya.
Masalah mendasar yang dihadapi sekarang mengapa begitu sulit memunculkan pasangan calon presiden, sehingga terpaku hanya pada adanya tiga pasangan yang potensial muncul menjadi capres dan cawapres (katakanlah pasangan Ganjar, Prabowo dan Anies Baswedan seperti sekarang ini).
Hal itu disebabkan oleh adanya presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden oleh parpol yang harus mencapai minimal 20 persen kursi DPR itu.
Kalau sekiranya nanti sampai awal Oktober, ternyata hanya ada 1 (satu), pasangan calon presiden dan wakil presiden dan hal itu dianggap menimbulkan kegentingan yang memaksa, maka presiden dapat mengatasinya dengan menerbitkan perppu.
Namun, bukan perppu yang mengatur bagaimana melaksanakan pilpres yang hanya ada satu pasangan calon seperti yang tidak boleh dilakukan sebagaimana telah saya uraikan di atas.
Melainkan, menerbitkan perppu yang membatalkan presidential threshold 20 persen itu menjadi 0 persen.